Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan Pemerintah Indonesia telah meminta kepada Pemerintah Arab Saudi agar menunda rencana penerapan kebijakan rekam biometrik sebagai syarat penerbitan visa ke negara tersebut. Pihaknya sudah mengirimkan surat ke Arab Saudi terkait permintaan tersebut.
Rencana Pemerintah Arab Saudi menerapkan rekam biometrik sebagai syarat penerbitan visa tersebut menuai pro-kontra. Kebijakan ini dirasa memberatkan jemaah umrah, terutama bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
"Sebelum kebijakan biometrik ini diterapkan di Indonesia, kami sudah bersurat kepada Pemerintah Arab Saudi. Bahkan pada pertemuan terakhir, Desember 2018, saya kembali menyampaikan kepada Menteri Haji Arab Saudi agar kebijakan tersebut dipertimbangkan kembali karena sangat menyulitkan jemaah Indonesia," ujar Lukman dikutip dari laman resmi Kementerian Agama, Kamis (3/1/2018).
Lukman berujar Pemerintah Arab Saudi akan mengkaji lagi proses biometrik bagi calon jemaah umrah Indonesia.
"Tentunya tidak ada pilihan lain selain menunggu jawaban dan kebijakan dari Pemerinrah Arab Saudi," kata Lukman.
Menurutnya, selama ini calon jemaah umrah dan haji Indonesia untuk mendapatkan visa tidak perlu menjalankan proses biometrik di Tanah Air. Sebab, proses rekam itu dilakukan saat tiba di Arab Saudi dan itupun tidak menjadi syarat untuk mendapat visa.
"Baru pada 2018 lalu muncul kebijakan dari Pemerintah Arab Saudi yang mensyaratkan penerbitan visa harus dilakukan biometrik seperti sidik jari, mata, dan data lainnya di tempat tertentu atau perwakilan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Perwakilan ini tidak semuanya ada di setiap provinsi di Indonesia bahkan di kabupaten/kota," kata Lukman.
Inilah yang kemudian menurut Lukman menimbulkan keresahan bagi calon jemaah umrah. Sebab, hal itu sangat menyulitkan bila ditinjau dari kontek wilayah Indonesia yang sangat luas dan kepulauan. Dia menilai kebijakan biometrik jelas sangat menyusahkan calon jemaah Indonesia.
Berbeda bila kebijakan ini diterapkan di negara seperti Brunai Darussalam atau negara yang satu kawasan saja.
"Ini akan sangat menyulitkan bagi calon jemaah. Untuk mendapatkan visa mereka harus berpergian jauh hanya untuk merekam biometerik. Jadi ada dua kali yang dilakukan jemaah, yaitu untuk rekam biometerik dan kemudian pergi ke tanah suci. Ini tidak efisien dan kami sangat memahami kesulitan ini bagi jemaah kita," ujar Lukman.