Kabar24.com, JAKARTA — Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap pemilu legislatif dan pemilihan presiden tidak dilaksanakan serentak seperti yang akan dihelat pada tahun depan.
Oleh karena itu Wapres Kalla berharap DPR mengamandemen undang-undang yang mengatur pemilu serentak tersebut.
"Emang inilah salah satu pemilu terumit yang pernah kita hadapi. Mudah-mudahan nanti di DPR, undang-undangnya diamandemen lagi nanti. Jadi memisahkan pemilu antara pilpres dan pileg," kata Wapres Kalla dalam acara silaturahmi keluarga besar Partai Golkar di Hotel Dharmawangsa, Kamis malam (20/12/2018).
Menurut dia, pemilu legislatif dan presiden yang dilakukan serentak sangat rumit sehingga menyedot biaya lebih besar.
Dia khawatir risiko kebocoran suara semakin besar.
Karena itu menurut Wapres Kalla kondisi ini perlu diperbaiki. Supaya 5 tahun ke depan pemilu kembali ke pola yang sebelumnya.
"Ini penting disampaikan karena bagaimanapun dalam pilpres ini, orang akan lebih banyak perhatiannya kepada pilpres daripada pileg. Namun begitu pula sebaiknya," tuturnya.
Hal itu akan mendorong partai-partai bekerja masing-masing dan cenderung mengenyampingkan calon presiden yang diusungnya.
"Apa lagi dengan parliamentary threshold yang 4%, itu menakutkan untuk partai-partai menengah dan kecil, sehingga akan mati-matian mengelola partainya sendiri. Tapi dengan demikian, masyarakat akan lebih banyak memperhatikan pilpresnya sendiri," ucapnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh pakar komunikasi politik Universitas Indonesia Effendi Gazali dan Aliansi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak.
Dalam putusan itu menyebutkan pelaksanaan pemilihan umum presiden (Pilpres) dan wakil presiden serta pemilihan umum anggota legislatif (Pileg) baru bisa dilaksanakan serentak mulai 2019.
MK menegaskan yang dimaksud pemilu adalah pemilihan untuk anggota DPR, DPD, DPRD, dan pilpres yang dilakukan secara serentak.