Bisnis.com, KATOWICE – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan lingkungan pesisir dan laut dengan keragaman, keunikan ekosistem, kekayaan jenis, serta keunikan sumber daya genetika yang sangat tinggi, menghadapi ancaman pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Hal itu bersumber sekitar 80% dari aktivitas di daratan sehingga telah menimbulkan masalah gizi, air limbah (waste water), sampah laut (marine litter), micro-plastics, dan emerging issues lainnya.
“Berbagai aktivitas di daratan tersebut telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan laut, yang pada akhirnya telah menurunkan kualitas serta fungsi ekosistem laut,” ujar Menteri Siti dalam siaran pers, Jumat (14/12/2018).
Menurut Siti, Indonesia telah melakukan inisiatif untuk mengurangi sampah, khususnya sampah plastik hingga 70% pada 2025. Indonesia juga telah meluncurkan rencana aksi nasional untuk mengurangi limbah plastik melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh semua pemangku kepentingan.
Selain itu, Indonesia juga melakukan inisiatif melalui komitmen 156 perusahaan besar untuk mengurangi sampah plastik.
“Terkait hal itu, Indonesia telah menerapkan Program Penilaian Kinerja Lingkungan oleh Perusahaan atau Proper yang telah menghasilkan pengurangan beban pencemaran dalam jumlah yang signifikan. Sebanyak 437 perusahaan hijau telah melaporkan 8.474 kegiatan yang didedikasikan untuk pencapaian Sustainable Development Goals atau SDGs target ke-14,” ungkap Siti.
Penyelenggaraan “High Level Dialog on the Integrative Global Agenda to Protect the Marine Environment from Land-Based Activities” pada 12 Desember 2018 di Paviliun Indonesia, Katowice, Polandia, bertepatan dengan pertemuan ke-24 para pihak Konvensi Perubahan Iklim (COP 24 UNFCCC), merupakan dialog tingkat menteri dalam upaya inisiatif indonesia untuk melaksanakan langkah konkret dalam menangani pencemaran dan kerusakan lingkungan laut.
High Level Dialogue merupakan tindak lanjut pertemuan “The Fourth Intergovernmental Review Meeting on the Implementation of the Global Programme of Action for the Protection of the Marine Environment from Land-based Activities” (IGR-4), di Bali, pada 31 Oktober—1 November 2018, yang telah menghasilkan Bali Declaration.
Pada acara High Level Dialog tersebut, Siti menyampaikan bahwa Bali Declaration merupakan solusi negara-negara anggota dalam menangani masalah pencemaran dan kerusakan pesisir dan laut yang berasal dari berbagai kegiatan yang berasal dari daratan, yang bersifat lintas negara.
Dengan demikian, langkah itu perlu didukung kerja sama antarnegara melalui peningkatan kapasitas, pengetahuan, keterampilan, serta alih teknologi.
Dalam kesempatan tersebut, UN Assistant Secretary-General Satya S. Tripadi mengapresiasi kinerja dan kepemimpinan Indonesia di bidang perlindungan lingkungan laut. “Kami berterima kasih kepada Indonesia, yang telah menyelenggarakan pertemuan penanganan sampah di laut dan menghasilkan Bali Declaration,” ucap Satya.
Menteri Lingkungan Hidup Jepang Yoshiaki Harada sangat mendukung Indonesia dan negara-negara Asia lainnya untuk mengatasi sampah, termasuk sampah di laut. “Jepang akan mendukung dari segi pengetahuan dan teknologi penanganan sampah di laut,” ungkap Yoshiaki.
Menteri Harada mengapresiasi inisiatif Indonesia dalam penanganan permasalahan lingkungan laut.