Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah guru honorer menilai Peraturan Pemerintah (PP) 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bukan diperuntukkan untuk guru tidak tetap (GTT) dan tenaga kependidikan honorer, melainkan untuk umumnya calon pegawai honorer.
"PP ini bukan diperuntukkan untuk guru honorer maupun GTT tetapi untuk calon pegawai honorer," ujar pengacara guru honorer asal Kebumen, Andi M Asrun, di Jakarta, Selasa (4/12/2018).
PP tersebut juga memiliki tenggang waktu pelaksanaan dua tahun sejak ditetapkan. Selain itu, PP tersebut juga tidak mengakomodasi aau mengutamaka guru tidak tetap (honorer) yang telah bekerja lama, setidaknya di atas lima tahun.
"Seleksi ini juga tidak memperhatikan masa kerja sebelumnya, melainkan seperti layaknya seleksi pegawai baru," kata dia lagi.
Begitu juga penerapan masa kontrak bagi PPPK bertentangan dengan UU Perburuhan, karena masa kontrak kerja hanya maksimal 2 x 1 tahun sebelum diangkat sebagai pegawai tetap, sedangkan masa kontrak PPPK adalah minimal satu tahun atau maksimal lima tahun untuk satu periode kontrak.
"Pengadaan PPPK (Pasal 10) dilakukan secara nasional, tetapi sesungguhnya peta kebutuhan tenaga guru dan kependidikan sudah jelas tingkat kebutuhannya, termasuk soal jumlah kebutuhan dan wilayah tempatnya," jelas dia lagi.
Selain itu, dia menilai sejumlah pasal juga sulit untuk diterapkan seperti pembatasan usia maksimal satu tahun sebelum batas usia jabatan adalah tidak rasional, karena proses seleksi sampai waktu pengumuman memakan waktu yang pada akhirnya masa kerja calon PPPK batas waktu satu tahun tidak mungkin melaksanakan pekerjaannya sampai batas usia pensiun nya.
"Selain itu juga bagaimana menerapkan batas moralitas dan integritas bagi seleksi guru untuk calon PPPK dan bagaimana menguji psikologis dan kejiwaan guru yang telah menjalankan profesi pendidik setidaknya lima tahun, sehingga apakah bisa dipersamakan dengan calon PPPK yang baru lulus,"kata dia lagi.
Oleh karena itu, pihaknya berencana melakukan gugatan ke Mahkamah Agung terkait PP tersebut.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengatakan dalam PP itu tidak diatur mengenai sistem penggajiannya apakah oleh pemerintah pusat ataukah daerah.
"Dengan seleksi ketat dan kewajiban sertifikat profesi maka hampir bisa dipastikan honorer yang ada saat ini akan sangat banyak yang akan kehilangan statusnya," kata Ramli.
Padahal, kata Ramli, pemerintah mampu dan bisa mencukupkan guru di seluruh sekolah negeri di seluruh Indonesia dengan status PNS.