Bisnis.com, JAKARTA — Pendataan oleh Komisi Pemilihan Umum terhadap para penyandang disabilitas agar mereka mendapatkan hak pilih pada Pemilu 2019 menjadi perhatian publik. Padahal, hal ini dinilai sudah sesuai dengan aturan terkait.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin mengatakan bahwa intinya, para penyandang disabilitas tersebut memang harus didata terlebih dahulu.
“Tidak boleh mereka tidak didata. Jadi sepanjang mereka itu WNI dan sudah 17 tahun lebih, maka mereka didata dulu,” terangnya di Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Jika kemudian ada surat keterangan dari dokter bahwa yang bersangkutan mengidap mental permanen atau berat, maka baru lah penyandang disabilitas tersebut tidak bisa menggunakan hak pilihnya.
Di sisi lain, apabila orang tersebut masih bisa memilih, maka harus didampingi dan berhak menggunakan hak pilihnya. Pada Pemilu sebelumnya pun ada formulir pendampingan bagi tunagrahita.
“Jadi, jangan sampai orang dicap duluan baru dimasukkan di data. Tetapi, orang ini masukkan dulu, baru kemudian kalau berat ya dikeluarkan. Bukan ditafsirkan berat dulu, baru tidak boleh masuk,” tegas Afif.
Bawaslu mencatat ada sekitar 5.000 penyandang disabilitas psikososial yang belum masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XIII/2015, selama pemilih disabilitas mental tidak mengalami gangguan jiwa atau ingatan yang permanen, maka tetap memiliki hak pilih.