Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) bakal terus memberikan dukungan kepada perekonomian Zona Euro, bahkan setelah program pembelian obligasi berakhir pada akhir tahun ini.
Hal itu disampaikan Kepala Ekonom ECB Peter Praet sambil mengakui bahwa ekonomi Zona Euro mulai melambat dalam beberapa kuartal terakhir.
"Jumlah stok aset yang sudah dibeli serta reinvestasinya, begitu pula panduan yang jelas mengenai ekspektasi kebijakan suku bunga yang telah disediakan, akan terus memberikan stimulus yang diperlukan [kepada ekonomi Zona Euro] dari sisi kebijakan moneter," ujarnya seperti dilansir Bloomberg, Selasa (13/11/2018).
Praet menegaskan seluruh instrumen kebijakan otoritas moneter Eropa tersebut bisa disesuaikan supaya laju inflasi terus bergerak mendekati target yang ditetapkan ECB, yakni sebesar 2%.
Adapun mengenai perlambatan baru-baru ini, hal itu dinilai sebagai dampak dari berkurangnya momentum ekonomi global itu sendiri.
"[Ekonomi Zona Euro melemah baru-baru ini] karena ketidakpastian kebijakan dan kondisi pengetatan global," tuturnya, sambil menambahkan bahwa permintaan domestik di sana masih kuat dan indikator sentimen juga tetap bergerak di area ekspansif.
Untuk itu, Praet meyakinkan bahwa kebijakan yang diambil bank sentral ke depannya akan tetap terprediksi dengan laju gradual. Panduan kebijakan dari ECB akan dibuat seefektif mungkin agar dapat melindungi Zona Euro dari tekanan pengetatan yang terjadi di kawasan lain di dunia.
Di sisi lain, investor juga khawatir kondisi keuangan yang ketat di Italia dapat memengaruhi rencana ECB untuk menghentikan pembelian obligasi senilai 2,6 triliun euro pada akhir tahun ini dan menaikkan suku bunga selepas musim panas tahun depan.
Terkait hal itu, Praet merespons bahwa saat ini para pembuat kebijakan Zona Euro mulai berdiskusi untuk menggunakan sistem pendanaan bailout yang dimiliki Benua Biru untuk mencegah menularnya dampak gejolak utang Italia terhadap negara-negara dengan tingkat utang yang tinggi lainnya di kawasan tersebut.
Perselisihan antara Pemerintah Italia dengan Komisi Eropa terkait proposal anggaran belanja dikhawatirkan dapat memicu kenaikan harga pinjaman dan menambah defisit negara, sehingga menimbulkan kekhawatiran terjadinya krisis utang di Zona Euro. Praet menyampaikan dampak tersebut kini mulai terlihat di Yunani.
“Ada satu diskusi, yang masih di level politik, tentang langkah awal yang dapat kami ambil jika terjadi penularan ke negara lain. Tapi bukan kebijakan bank sentral, lebih kepada European Stability Mechanism (ESM ) dan hubungan kenegaraan,” ucapnya, seperti dilansir Reuters.