Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan Indonesia memandang terorisme tidak bisa dan tidak seharusnya dikaitkan dengan agama, kebangsaan, atau budaya manapun.
Hal itu disampaikan Suhardi Alius dalam paparannya tentang upaya penanggulangan terorisme Indonesia pada Seminar MIKTA bertempat di salah satu universitas milik Vatikan, Universitas Kepausan Urbaniana (Pontifical Urban University) di Vatikan, Kamis (25/10/2018).
Pensosbud KBRI Vatikan Wanry Wabang di London, Jumat (26/10/2018) mengatakan Komjen Pol Suhardi Alius bertindak sebagai pembicara dalam seminar bertema "Countering Transnational Crimes" yang digagas empat Kedutaan Besar untuk Takhta Suci Vatikan (TSV) yang merupakan anggota MIKTA, yakni Indonesia, Korea, Turki, dan Australia.
Dalam seminar yang secara resmi dibuka Duta Besar RI untuk TSV, Antonius Agus Sriyono sebagai Koordinator MIKTA bagi Perwakilan untuk TSV, Kepala BNPT menekankan bahwa dalam usaha memberantas terorisme, sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2018, Indonesia menggunakan dua pendekatan yakni, "soft approach" (kontra radikalisasi, deradikalisasi, kesiapan dan ketahanan nasional) serta "hard approach"(penegakan hukum).
Suhardi menyinggung beberapa kasus terorisme yang terjadi di Indonesia selama dua tahun terakhir, seperti Bom Sarinah tahun 2016, Bom Panci di Bandung tahun 2017, dan tiga Bom Gereja di Surabaya yang terjadi awal tahun 2018.
Dua video kegiatan BNPT terkait upaya merangkul kembali mantan pelaku teroris juga diputar selama seminar berlangsung.
Menutup paparannya, Suhardi menjelaskan bahwa dalam usaha memberantas akar persoalan terorisme, pemerintah perlu melihat proses radikalisasi dan bagaimana terorisme dapat berkembang di suatu komunitas secara komprehensif.
Hal ini dapat dilakukan melalui kerja sama dengan lembaga masyarakat, akademisi, bahkan sektor swasta untuk implementasi yang tepat sasaran.