Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Suap Meikarta: KPK Akan Periksa James Riady

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana akan memeriksa salah satu bos sekaligus putera dari pemilik Lippo Grup Mochtar Riady, yaitu James Riady terkait dengan kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
CEO Lippo Group James Riady saat peluncuran proyek Meikarta, di Jakarta, Kamis (4/5)./REUTERS-Darren Whiteside
CEO Lippo Group James Riady saat peluncuran proyek Meikarta, di Jakarta, Kamis (4/5)./REUTERS-Darren Whiteside

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memeriksa salah satu bos sekaligus putera dari pemilik Lippo Grup Mochtar Riady, yaitu James Riady terkait dengan kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan lembaga antikorupsi tersebut perlu mendalami pengetahuan yang bersangkutan terkait dengan pertemuan-pertemuan yang diduga pernah dilakukan antara saksi-saksi dari pihak Lippo dan Bupati Bekasi atau dengan pihak lain yang terkait dengan perkara.

"Nanti akan dilakukan sejumlah proses pemeriksaan terhadap sejumlah saksi baik dari pihak Pemprov, kalau dibutuhkan, (tapi) yang terutama tentu dari pihak Pemkab lalu pihak Lippo, termasuk juga rencana pemeriksaan terhadap saksi James Riady," ujar Febri di KPK, Jakarta, Jumat (19/10/2018).

Sebelumnya, Komite Anti-Korupsi Indonesia (KAKI) diwakili oleh pengacara yang juga politisi, Ahmad Yani, mendesak KPK untuk memeriksa aktor-aktor intelektual di balik kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Mantan anggota Komisi III DPR RI periode 2009-2014 tersebut mengatakan proses hukum kasus dugaan suap Meikarta untuk tidak berhenti di tersangka-tersangka yang diamankan dalam operasi tangkap tangan saja.

"Kita minta betul agar aktor intelektualnya, James Riady termasuk korporasinya segera diselidiki," ujarnya di KPK, Jakarta, Jumat (19/10/2018).

Pada Kamis (18/10/2018) pagi KPK menggeledah lima lokasi terkait dengan pengembangan penyidikan kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Digeledah

Salah satu lokasi yang digeledah adalah rumah bos sekaligus putera dari pemilik Lippo Grup Mochtar Riady, yaitu James Riady. Selain itu, lokasi yang digeledah KPK adalah Apartemen Trivium Terrace, Dinas PUPR, Dinas LH, dan Dinas Damkar.

"Sejauh ini disita dokumen terkait perizinan oleh Lippo ke Pemkab (Bekasi) , catatan keuangan, dan barang bukti elektronik seperti komputer dan lain-lain," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (18/10/2018).

Namun, berdasarkan keterangan berita acara yang dibuat KPK, Febri Diansyah mengatakan tidak ditemukan benda-benda yang terkait dengan perkara dugaan suap Meikarta dalam proses penggeledahan yang dilakukan di kediaman James Riady.

"Kami perlu melakukan penggeledahan karena selain diduga ada alat bukti di lokasi tersebut, ada informasi yang nanti perlu dikonfirmasi dalam proses pemeriksaan saksi tentang keterkaitan yang bersangkutan dalam perkara ini," jelasnya.

Terkait dengan perkara, KPK menetapkan Direktur PT Operasional Lippo Grup Billy Sindoro sebagai salah satu tersangka kasus dugaan suap perizinan proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Selain Billy, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka penerima.

"Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji kepada Bupati Bekasi dan kawan-kawan terkait pengurusan perizinan proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi," ujar Wakil Pimpinan KPK Laode Muhammad Syarif di KPK, Jakarta, Senin (15/10/2018).

KPK juga menetapkan tujuh orang lain sebagai tersangka, yaitu sebagai pihak pemberi Taryudi, Konsultan Lippo Grup; Fitra Djaja Kusuma, Konsultan Lippo Grup; dan Henry Jasmen, Pegawai Lippo Grup.

Sementara itu, sebagai pihak penerima ditetapkan tersangka sebagai berikut, yaitu Jamaludin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi; Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi; Dewi Tisnawati, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi; dan Neneng Rahmi, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.

Pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek Meikarta seluas total 774 hektar diduga dibagi ke dalam tiga fase, yakni fase pertama 84,6 ha; fase kedua 252,6 ha; dan fase ketiga 101,5 ha.

Komitmen Fee

Berdasarkan dugaan KPK, pemberian dalam perkara ini sebagai bagian dari komitmen fee proyek pertama dan bukan pemberian pertama dari total komitmen Rp13 miliar melalui Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Pemadam Kebakaran, dan DPM-PTT.

"Diduga realisasi pemberian sampai saat ini adalah Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas pada April, Mei, dan Juni 2018," lanjut Laode.

Sementara itu, dari lokasi OTT KPK mengamankan barang bukti berupa Uang SGD90 ribu dan uang dalam pecahan Rp100 ribu total Rp513 juta. KPK juga sudah mengamankan tiga unit mobil, yakni Toyota Avanza, Toyota Innova, dan BMW.

Sebagai pihak penerima ditetapkan tersangka sebagai berikut, yaitu Jamaludin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi; Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi; Dewi Tisnawati, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi; dan Neneng Rahmi, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.

Pihak yang diduga penerima  disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang­ Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Khusus untuk Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahayu disangkakan melanggar Pasal U huruf a atau Pasal U huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Ancaman pidana untuk penerimaan suap atau gratifikasi sangat tinggi yaitu maksimal 20 tahun atau seumur hidup (Pasal 12 a, b atau Pasal 12 B).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper