Bisnis.com, JAKARTA - Terorisme global tidak bisa tidak harus dihadapi dengan kerja sama antar negara dan antarbenua.
Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu mengajak agar seluruh negara baik Asia maupun Eropa mulai menitikberatkan pada kerja sama intelijen untuk menghadapi terorisme.
Hal itu disampaikan Menhan saat menghadiri acara "Asia-Europe Counter Terrorism Dialogue" III yang diselenggarakan pada 12 hingga 17 Oktober 2018, di Gedung EAAS Building, Brussel, Belgia, Senin (15/10/2018).
Dalam pertemuan yang merupakan rangkaian forum dialog bersama European External Action Service (EEAS), Menhan kembali menegaskan bahaya terorisme sebagai ancaman nyata terhadap keamanan negara.
Dalam pertemuan dengan perwakilan delegasi North Atlantic Treaty Association (NATO), Ryamizard mengingatkan pentingnya kerja sama antarnegara extra-regional dilakukan dengan negara-negara di luar wilayah regional Asean maupun benua Asia Raya.
Menhan menyampaikan gagasannya saat memaparkan pandangannya yang bertema "Masa Depan Kontra Terorisme: Pergeseran dari Kerja Sama menjadi Kolaborasi".
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat tersebut berharap setiap negara mengambil inisiatif dalam membangun arsitektur kerja sama keamanan baru antarnegara extra-regional.
Hal itu diperlukan untuk memperkuat mekanisme koordinasi dan kolaborasi dalam menghadapi ancaman bersama terorisme melalui penguatan kerja sama intelijen.
Menurut Ryamizard, ancaman terorisme berdampak luas bagi sendi-sendi kehidupan bernegara.
"Sifat alamiah dari ancaman tersebut adalah tidak mengenal batas negara, tidak mengenal agama, tidak mengenal waktu serta tidak memilih korbannya," ujar Menhan dalam siaran pers, diterima di Jakarta, Selasa (16/10/2018).
Menhan Ryamizard juga menyebutkan adanya kebutuhan untuk membangun arsitektur kerja sama keamanan antarnegara dan antarkawasan untuk mengatasi ancaman nyata secara bersama.
"Langkah pertama dari embrio arsitektur kerja sama keamanan regional adalah perlu kerangka pertukaran intelijen multilateral untuk mendeteksi perjalanan militan asing, pendirian kamp pelatihan, mengantisipasi penyebaran propaganda melalui media sosial, serta medeteksi aliran dana dan logistik kelompok teroris," kata Ryamizard.
Sebagai sebuah pencapaian, di Asean sendiri, Indonesia telah memilki Kerja Sama Pertukaran Intelijen "Our Eyes". Program itu mirip dengan kerja sama "Five Eyes" negara Barat yang telah diresmikan di Bali pada 25 Januari lalu.
"Respons kontraterorisme sebaiknya tidak hanya dibatasi pada aktor-aktor negara. Pemerintah harus mempunyai pandangan ke depan untuk melibatkan organisasi sipil dan kemasyarakatan, akademisi, dan sektor swasta untuk mencegah dan melawan ekstremisme kekerasan," ujarnya.
Di berbagai belahan dunia, aktor-aktor tersebut telah terbukti kreatif dan efektif dalam membuat inisiatif untuk melawan kontraterorisme dan mempromosikan moderasi.
Pemerintah harus memimpin dan mengkoordinasi usaha-usaha tersebut. Ditambahkan Menhan, aktor-aktor dari kalangan sipil dan kemasyarakatan mempunyai jangkauan yang lebih baik di dalam komunitas mereka masing-masing.