Bisnis.com, JAKARTA—Wakil Presiden Jusuf Kalla angkat bicara terkait Bupati Bekasi Neneng Nurhayati Yasin yang ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap proyek Meikarta di Cikarang.
Jusuf Kalla atau JK menilai fenomena korupsi termasuk suap yang melibatkan kepala daerah atau perangkat negara lainnya mencerminkan tidak takutnya pelaku terhadap sanksi. “Itu terjadi terus, ini sepertinya orang tidak takut kena sanksi,” katanya di Kantor Wakil Presiden RI, Selasa (10/16).
JK mengatakan perilaku koruptif terjadi akibat dorongan ingin hidup lebih baik, merasa gaji yang tidak cukup, dan juga ongkos politik yang mahal.
Di sisi lain, pihak yang memberikan suap menginginkan proses izin yang cepat. Padahal, kata dia, untuk memangkas suap sistem di daerah sudah diperbaiki seperti proses perizinan yang cepat melalui ‘satu pintu’ atau sistem daring.
Untuk mengurangi ongkos politik pun, regulator pemilu sudah menetapkan aturan kampanye yang membuat politisi tak perlu merogoh kocek lebih dalam. Namun, menurutnya, persaingan yang sengit demi memperoleh kursi di pemerintahan tetap membuat ongkos politik tinggi.
“Sebenarnya sekarang sudah ditentukan, dengan kampanye tidak boleh besar-besaran, baliho dipasang oleh KPU, kampanye diatur, itu semua mengefisienkan calon. Namanya persaingan ingin selalu lebih baik dan lebih tinggi. Jadi biaya mahal,” tegas JK.
Sebelumnya, KPK mengamankan Bupati Bekasi periode 2017-2022 Neneng Hassanah Yasin, tersangka kasus suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Neneng tiba di gedung KPK, Jakarta, Senin (15/1/2018) sekitar pukul 23.25 WIB.
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Minggu (14/10/2018) siang hingga Senin (15/10/2018) dini hari. Selain Neneng, KPK juga telah mengamankan tersangka lainnya, yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS) dari kediamannya.