Bisnis.com, JAKARTA – Pembicaraan Ratna Sarumpaet mendadak menjadi trending topic warganet di jagat Twitter, terutama dengan topik #SaveRioDewanto, #ratnasarumpaet, #KebohonganRatna, hingga #operasiplastik.
Beragam cuitan membanjiri hashtag tersebut.
Psikolog klinis dan forensik Kasandra Putranto melihat bahwa kasus kebohongan yang dilakukan Ratna Sarumpaet itu belum bisa dideteksi lebih lanjut.
"Apakah ia khawatir mengenai persepsi mengenai operasi plastik dan asal dananya, terutama dalam kondisi Indonesia tengah berduka pascatragedi Toba, Lombok, dan Palu,” ungkap Kasandra, Rabu (3/10/2018).
“Apakah memang ada intensi untuk memanfaatkan kondisi lebam untuk tujuan tertentu, atau ia ingin mendapatkan perhatian," lanjut Kasandra.
Pemilik lembaga konsultasi psikologi Kasandra & Associates itu menyebut bahwa kemungkinan-kemungkinan tersebut mesti ditelusuri terlebih dahulu berdasarkan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dan nantinya akan diketahui dari hasil penyidikan.
"Kebohongan publik adalah pelanggaran nilai moral yang berpotensi meningkat menjadi pelanggaran norma hukum. Apalagi, bila hal tersebut dilakukan dengan sengaja untuk membangun persepsi tertentu. Hal itu berdampak sangat luar biasa di kala Indonesia sedang ‘sensitif’ dalam kondisi pascatragedi Toba, Lombok, dan Palu,” terang psikolog alumnus Universitas Indonesia ini.
Menurut Kasandra, pelaku kebohongan ini memiliki konsekuensi terhadap hancurnya image, sanksi sosial hingga hukum.
"Berbohong tidak ada yang baik, white lies sekali pun, termasuk menunda, menahan informasi dengan sengaja sampai memanipulasi informasi. Kecuali dengan tujuan melindungi nyawa dan kondisi psikologis seseorang," tegas psikolog kelahiran 17 Februari ini.
Menurut Kasandra, berbohong dalam konteks yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet ini adalah mengembalikan citranya.
"Melakukan permohonan maaf secara tulus, menerima segala konsekuensi dengan lapang dada, dan melakukan perubahan perilaku secara konsisten dengan komitmen untuk tidak melakukannya lagi," pungkasnya.