Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

WTO, IMF, & Bank Dunia Desak Reformasi Perdagangan Internasional

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Dunia melakukan upaya darurat untuk mereformasi sistem perdagangan multilateral menyusul mundurnya AS dari perjanjian sebelumnya.
Perang dagang AS China/istimewa
Perang dagang AS China/istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Dunia melakukan upaya darurat untuk mereformasi sistem perdagangan multilateral menyusul mundurnya AS dari perjanjian sebelumnya.

"Tantangan mendesak hari ini adalah untuk memanfaatkan kekuatan unik WTO," ungkap tiga badan tersebut dalam laporan gabungan, Minggu (30/9/2018), seperti dikutip Bloomberg.

"Lambatnya reformasi sejak awal 2000-an, perubahan mendasar dalam ekonomi modern yang lebih terhubung, dan risiko pembalikan kebijakan perdagangan menyerukan urgensi untuk menghidupkan kembali reformasi kebijakan perdagangan," lanjutnya.

Presiden Donald Trump sebelumnya telah mengecam keras globalisme secara umum dan mempertanyakan partisipasi AS di lembaga multilateral seperti WTO dalam Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pekan lalu.

Sementara itu, kejatuhan ekonomi dari konflik perdagangan AS-China yang semakin meningkat menyebabkan WTO memangkas proyeksi pertumbuhan perdagangannya pekan ini.

Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo memperingatkan bahwa perang dagang besar-besaran akan menggerus sekitar 17% pertumbuhan perdagangan global dan 1,9% pertumbuhan PDB. "

Laporan gabungan WTO tersebut menguraikan inisiatif khusus yang bertujuan untuk memodernkan aturan WTO, termasuk fokus pada peningkatan akses pasar untuk e-commerce, struktur negosiasi yang lebih fleksibel, dan peningkatan transparansi kebijakan perdagangan pemerintah.

Uni Eropa, Kanada

Rekomendasi tersebut menggemakan banyak tujuan yang diuraikan dalam berbagai proposal reformasi WTO yang ditawarkan bulan ini oleh Uni Eropa dan Kanada.

Menyadari keadaan yang mendesak WTO, negara-negara seperti Kanada dan Uni Eropa sedang mempersiapkan landasan untuk memperbarui buku aturan organisasi perdagangan dunia yang telah berusia 23 tahun ini.

Meskipun China dan AS mendukung perlunya perubahan WTO, keduanya memiliki pandangan yang berbeda mengenai cara perubahan tersebut.

WTO, IMF, dan Bank Dunia bersama-sama menyerukan aturan baru untuk mengatasi perluasan peran e-commerce bersama dengan investasi dan perdagangan jasa pada abad ke-21.

"Peluang yang diberikan oleh teknologi informasi dan perubahan mendasar lainnya dalam ekonomi global belum tercermin dalam bidang modern kebijakan perdagangan," kata laporan tersebut.

Ketiga lembaga tersebut juga menganjurkan lebih banyak pembicaraan plurilateral untuk membantu membuka blokir perundingan perdagangan yang gagal di tingkat multilateral.

Perjanjian plurilateral adalah kesepakatan yang dinegosiasikan di antara sekelompok anggota yang berpikiran sama yang terbatas pada sektor barang atau jasa tertentu. Kesepakatan semacam tersebut biasanya lebih mudah dan lebih cepat untuk dinegosiasikan daripada perjanjian multilateral yang membutuhkan konsensus di antara 164 anggota WTO.

Laporan gabungan tersebut mendesak anggota WTO untuk bekerja sama memperbaiki kebuntuan dalam sistem penyelesaian sengketa WTO, yang berisiko mengalami kelumpuhan karena penolakan pemerintahan AS terhadap penunjukan anggota badan banding.

Selama setahun terakhir, AS mempermasalahkan pola peradilan yang melampaui batas di WTO dan telah menentang penunjukan para ahli ke badan banding, yang memiliki keputusan akhir dalam keputusan perselisihan WTO.

Pada 1 Oktober, badan yang semestinya beranggotakan tujuh orang tersebut hanya memiliki tiga anggota, jumlah minimum yang diperlukan untuk menandatangani putusan.

Jika AS terus menentang penunjukan anggota baru hingga Desember 2019, badan tersebut akan memiliki cukup panelis untuk menandatangani keputusan dan WTO akan kekurangan kemampuan untuk sepenuhnya memutuskan sengketa perdagangan dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper