Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Myanmar menolak laporan dari Tim Pencari Fakta PBB yang menyatakan bahwa militer negara tersebut melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya.
Juru Bicara Pemerintah Myanmar Zaw Htay mengatakan dunia internasional telah menyampaikan tuduhan yang salah.
"Sikap kami jelas dan saya ingin menegaskan bahwa kami tidak menerima resolusi dari Dewan HAM," ujarnya seperti dilansir Reuters, Rabu (29/8/2018).
Pernyataannya ini disampaikan sehari setelah Tim Pencari Fakta PBB mengumumkan laporan hasil investigasi yang dilakukan. Dalam laporan tersebut, militer Myanmar disebut telah melakukan pembunuhan dan pemerkosaan massal terhadap Muslim Rohingya.
Panglima tertinggi militer Myanmar dan lima jenderal lainnya menjadi orang-orang yang dianggap paling bertanggung jawab atas kejahatan luar biasa tersebut sehingga harus diadili.
Menurut Htay, Myanmar tidak mengizinkan masuknya penyelidik PBB ke negara itu sehingga pihaknya tidak bisa menyetujui hasil laporan yang telah diumumkan.
Dia menambahkan negaranya tidak memiliki toleransi terhadap pelanggaran HAM dan telah mendirikan komisi khusus untuk merespons tuduhan itu.
"Jika ada kasus pelanggaran HAM, berikan kami bukti kuat, data, serta tanggal peristiwa itu terjadi dan kami akan mengambil langkah tegas terhadap pihak-pihak yang melanggar," lanjut Htay.
Dia juga mempertanyakan aksi Facebook yang menghapus akun sejumlah pejabat militer Myanmar.
Tim Pencari Fakta PBB ini diketuai oleh mantan Jaksa Agung Indonesia Marzuki Darusman. Adapun beberapa nama yang masuk daftar sebagai orang yang bertanggung jawab atas penyerangan terhadap warga Rohingya adalah panglima tertinggi militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing dan Brigadir Jenderal (Brigjen) Aung Aung.
Myanmar sudah berkali-kali membantah melakukan serangan dan kekerasan terhadap warga Rohingya. Pemerintah negara Asia Tenggara itu berkilah serangan yang dilakukan dapat dibenarkan karena negara mendapat ancaman keamanan dari kelompok militan Rohingya.
Diperkirakan 700.000 Muslim Rohingya telah mengungsi ke negara tetangga, termasuk Bangladesh, setelah pemukiman mereka dihancurkan.
Kekerasan terhadap Muslim Rohingya, yang sebagian besar terjadi di negara bagian Rakhine, juga memicu protes keras dari dunia internasional terhadap sikap Aung San Suu Kyi. Peraih Nobel Perdamaian itu dikecam karena dinilai membiarkan kekerasan yang terjadi meski sekarang sudah berada di dalam pemerintahan.
Walaupun posisinya hanya penasihat pemerintah, tapi Suu Kyi disebut-sebut berperan besar dalam menentukan arah kebijakan negara.