Kabar24.com, JAKARTA — Fireworks Ventures Limited menantang PT Bank China Construction Bank Indonesia untuk beradu data, fakta dan dokumen terkait klaim bahwa bank itu turut menjadi kreditur atau pemegang piutang atas nama debitur PT Geria Wijaya Prestige (GWP).
“Kita selesaikan di pengadilan saja kalau CCB yakin bahwa penguasaannya atas tiga sertifikat PT GWP tersebut legal dan sah,” kata Berman Sitompul, kuasa hukum Edy Nusantara selaku kuasa Fireworks, kepada pers, Senin (13/8/2018).
Sebelumnya, Fireworks pada 27 Juli 2018 melaporkan lima direksi CCB ke Bareskrim Polri terkait dugaan melakukan tindak pidana sumpah palsu, memberikan keterangan palsu, dan menghambat penyidikan. Selain itu, mereka juga diduga melakukan tindak pidana perbankan.
Laporan tersebut merupakan kelanjutan dari laporan yang dibuat Edy Nusantara pada September 2016 terkait dugaan penggelapan sertifikat PT GWP dengan terlapor Tohir Sutanto (mantan Direktur Bank Multicor/Bank Windu Kentjana Internasional/kini Bank CCB) dan Priska M. Cahya (eksekutif Bank Danamon). Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Andreas Basuki, Sekretaris Perusahaan Bank CCB, menilai laporan Edy Nusantara yang tertuang dalam Laporan Polisi No.LP/B/918/VII/2018/Bareskrim pada 27 Juli 2018 tidak berdasar.
“Direksi CCB Indonesia tidak melakukan tindakan-tindakan seperti yang tertera dalam pemberitaan,” katanya dalam keterangan tertulis. Dia merujuk pemberitaan di koran Bisnis Indonesia edisi 7 dan 9 Agustus 2018.
Andreas mengklaim CCB Indonesia merupakan salah satu kreditur sindikasi, yang mempunyai hak untuk melakukan pengalihan piutang (cessie) kepada pihak lain (Tomy Winata) pada 12 Februari 2018.
Berman Sitompul mengungkapkan bahwa tidak ada kesepakatan atau addendum perjanjian kredit antara ketujuh bank sindikasi selaku kreditur dengan GWP selaku debitur yang menjelaskan bahwa hanya sebagian atau hanya tiga account yang diserahkan kepada BPPN.
“Sebaliknya, kami bisa buktikan bahwa pada 2 November 2000, berdasarkan Kesepakatan Bersama, CCB yang waktu itu masih sebagai Bank Multicor telah menyerahkan haknya sebagai anggota sindikasi atas tagihan/piutang terhadap GWP kepada BPPN dan atas kewenangan yang diterimanya baik dari tujuh bank sindikasi maupun berdasarkan PP No. 17,” katanya.
BPPN selanjutnya telah melaksanakan kewenangan tersebut dengan melakukan segala upaya hukum, termasuk memberi peringatan, surat paksa, sita eksekusi, dan terakhir melakukan penjualan aset kredit macet GWP tersebut melalui Program Penjualan Aset Kredit (PPAK) VI, dan selanjutnya melakukan pengangkatan sita serta menyerahkan seluruh dokumen kredit kepada PT Millenium Atlantic Securities (MAS) selaku pemenang penjualan aset kredit macet GWP.
“Semua dokumen kredit telah dialihkan BPPN, kecuali tiga sertifikat HGB atas nama GWP berikut hak tanggungan yang diterbitkan di atasnya, karena BPPN menganut prinsip as is dalam penjualan aset kredit,” papar Berman.
Menurutnya, dengan telah dialihkannya seluruh hak yang dimiliki Bank Multicor kepada BPPN, dan BPPN pun sudah menjual seluruh piutang itu melalui PPAK VI, maka pengalihan kembali apa yang disebut piutang tersebut oleh CCB kepada Tomy Winata merupakan perbuatan pidana.
“Bisa jadi Tomy Winata tidak diberikan seluruh fakta atas hal itu, maka yang bersangkutan mau menerima pengalihan kembali piutang yang sudah pernah dialihkan tersebut,” kata Berman.
Menurut dia, berdasarkan surat Bank FDFCI pada Juli 1999 dan berdasarkan Kesepakatan Bersama 2 November 2000, terbukti bahwa seluruh account ketujuh bank sindikasi sudah diserahkan kepada BPPN.
“Jadi bagaimana ceritanya CCB mengklaim masih punya piutang terhadap GWP. Itulah sebabnya Fireworks melaporkan lima direksi CCB ke polisi,” kata Berman.