Bisnis.com, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mendesak KPK untuk melanjutkan kinerja Koordinasi Supervisi Mineral dan Batubara serta Sawit dengan upaya penindakan hukum.
Walhi menilai Korsup Minerba dan Sawit masih sebatas administratif, belum menyentuh substansi dari persoalan sumber daya alam yang rentan dari praktik-praktik korupsi.
Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati mengatakan Korsup masih sebatas upaya pencegahan dan pengawasan, belum masuk pada upaya penindakan hukum yang sesungguhnya.
"Korsup masih sebatas upaya pencegahan dan pengawasan, belum masuk pada upaya penindakan hukum yang sesungguhnya bisa dilakukan berbasiskan kinerja Korsup, antara lain penyelidikan terhadap dana jaminan reklamasi dalam hal penentuan besaran dan penerapan," ujar Nur Hidayati di KPK, Kamis (2/8/2018) dalam rangka lima tahun Gerakan Nasional Penyelamat Sumber Daya Alam (GNPSDA).
KPK diminta menghitung kerusakan lingkungan, penghancuran hutan, dampak kesehatan, dampak sosial dan budaya, dan konflik sebagai kerugian negara.
Selain itu, KPK diminta memastikan tidak ada lagi penerbitan izin baru, mengorelasikan antara pencabutan izin, proses penyelesaian konflik, dan pemenuhan hak rakyat, menindak korporasi, dan mengumumkan hasil kinerja dari masing-masing Kementerian dan lembaga negara kepada publik.
Sejauh ini Walhi sudah melaporkan 36 kasus korupsi sumber daya alam dari berbagai provinsi ke KPK. Namun, jelas Nur Hidayati, belum semuanya ditindaklanjuti.
"Belum ada respons dari KPK terkait hal tersebut," ujarnya.
Namun, Nur Hidayati mengatakan KPK dan Walhi sepakat bahwa pertanggungjawaban korporasi dalam kasus korupsi sumber daya alam merupakan hal penting.
"Sepakat itu memang hal penting, bahwa korporasi punya tanggung jawab dan mendapat perhatian [dari] KPK," ujarnya.