Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mengatakan munculnya nama kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Habib Salim Segaf Al Jufri sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto membuat peta koalisi parpol ‘oposisi’ berubah.
Menurut Said, Selasa (31/7/2018), 'Ijtimak' Ulama yang digelar GNPFU memajukan nama Habib Salim. Hal ini membuat PKS sangat terbantu. Atas dukungan itu, peluang PKS yang sempat mengecil untuk memajukan kadernya sebagai cawapres Prabowo kini kembali terbuka lebar.
"Pantaslah jika PKS berterima kasih kepada GNPFU," tuturnya.
'Ijtimak' ulama itu membuat posisi tawar PKS di hadapan Prabowo, termasuk juga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semakin kuat. Apalagi, PAN lewat Amien Rais sudah memberi kode setuju untuk duet Prabowo-Salim.
Said mengatakan, jika dibandingkan dengan kader PKS lain yakni Ahmad Heryawan (Aher), maka timbangan AHY lebih berat, karena berpeluang merebut suara pemilih milenial yang jumlahnya signifikan.
"Nah, posisi AHY yang sudah menguat ini sekarang terancam, karena GNPFU ternyata tidak mengusulkan nama Zulkifli Hasan, Anies, Aher, atau nama lain sebagai cawapres bagi Prabowo, tetapi mereka justru menawarkan nama Habib Salim yang sebelumnya tidak terlalu diunggulkan," ujarnya.
Ketika yang dimunculkan nama Habib Salim, peta persaingan di kubu 'oposisi' bisa berubah lagi. Kekuatan AHY terpaksa harus ditimbang ulang, karena Habib Salim jelas lebih kuat dari Aher.
"Dia (Salim) non-jawa, mantan dubes, mantan menteri, dan lebih dari itu 'maqom' Habib Salim tidak sama dengan Aher. Dia punya garis keturunan yang oleh sebagian pemilih muslim dipandang mulia. Sebab dia memiliki nasab dengan Nabi Muhammad SAW," papar Said.
Dengan alasan itu, tambah dia, Salim tentu berpotensi meraup suara pemilih muslim lebih banyak dibandingkan dengan Aher.