Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menganalogikan Pasal 169 huruf n Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait pembatasan masa jabatan presiden dan wakilnya seperti dalil qath’i dalam terminologi Islam.
Secara sederhana dalil qath’i adalah ketetapan hukum yang sudah pasti dan tidak boleh diperselisihkan lagi. Hal itu diutarakan Ace saat diminta penilaiannya terkait uji materi terhadap aturan tersebut di Mahkamah Konstitusi.
“Sehingga tak perlu memperdabatan hal qath’i. Kalau tidak bangsa ini selalu mudah bongkar pasang hal-hal yang memang sudah pasti. Saya memandang frasa ‘berturut-turut dan tidak berturut-turut’ itu qath’i tidak perlu diinterpretasi,” katanya dalam sebuah acara diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (26/7).
Seperti dihimpun Bisnis.com, sebelumnya Partai Perindo pada Rabu (18/7) melakukan uji materi terhadap regulasi tersebut tentang masa jabatan presiden dan wakil presiden, terutama frasa "belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari 5 tahun".
Dalam pengajuan uji materinya, Partai Perindo beralasan bahwa frasa pada Pasal 169 huruf n UU Pemilu itu, menghambat partai besutan taipan Hary Tanoesudibjo tersebut untuk mengajukan kembali Jusuf Kalla atau JK sebagai calon wakil Presiden Joko Widodo pada pemilu 2019.
Sebabnya Wakil Presiden Jusuf Kalla juga sudah pernah menjabat sebagai wakil presiden pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak 2004 hingga 2009. Pemohon menilai tafsiran frasa "tidak berturut-turut" dalam rumusan penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu, tidak sejalan dengan Pasal 7 UUD 1945.
Menurut pemohon, instrumen hukum perundang-undangan tidak boleh membatasi hak seseorang untuk dapat menjadi presiden dan wakil presiden meskipun telah menjabat sebagai presiden dan wakil presiden dua kali masa jabatan yang sama, sepanjang tidak berturut-turut. Oleh karena itu, Perindo meminta MK menyatakan frasa "tidak berturut-turut" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Berselang dua hari dari pendaftaran gugatan Partai Perindo tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla diketahui mengajukan diri ke Mahkamah Konstitusi atau MK, sebagai pihak terkait dalam uji materi terhadap Pasal 169 huruf n UU Pemilu itu.
Pembahasan UU Pemilu di DPR
Dalam kesempatan itu, Ace yang kini bertugas di Komisi VIII DPR RI dan pernah duduk di Komisi II DPR RI menjelaskan proses pembuatan UU Pemilu yang pengajuan uji materinya menjadi sorotan di tataran nasional.
Menurutnya, saat penyusunan UU Pemilu terjadi perdebatan substansial terkait masa jabatan. Sebabnya, Pasal 7 UUD 1945 yang menjadi acuan UU Pemilu banyak yang ‘mengakali’.
“Dasarnya adalah pasal 7 UUD 45. Di situ banyak sekali fenomena orang mengakali misalnya kalau dia sudah dua kali menjadi kepala daerah atau dua kali kepala pemerintahan presiden maka bagaimana kalau dia menjadi wakil kepala daerahnya. Itu ada mengakali seperti itu,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, ada penjelasan di dalam UU Pemilu berturut-turut atau tidak berturut-turut. Maka melalui penjelasan itu memungkinkan bagi bangsa ini untuk dengan tegas mengatakan berturut-turut atau tidak berturut-turut maksudnya tetap dua periode masa pemerintahan.
“Jadi kalaupun tidak berturut-turut tetap saja masuk di dalam dua periode,” imbuhnya.