Peta Kekuatan
Dilihat dari peta kekuatan pemilih, terjadi perubahan yang cukup siginifkan, terutama sejak pasangan JR Saragih-Ance Selian keluar dari gelanggang pertarungan politik. JR Saragih terjerat kasus ijazah palsu, sehingga gagal menjadi kandidat gubernur Sumut.
Akibat perkembangan itu, persaingan kian sengit karena JR Saragih secara pribadi menyatakan mengalihkan dukungan kepada pasangan Djarot-Sihar. Sedangkan, Partai Demokrat secara organisasi lebih memilih memberikan dukungan kepada pasangan Eramas.
Keluarnya pasangan Saragih-Ance yang didukung oleh Partai Demokrat, PKPI dan PKB dengan total 20 suara inilah yang pada akhirnya turut memengaruhi pilihan warga Sumut, sehingga membuat peta politik di wilayah itu menjadi menarik.
Pasangan Djarot-Sihar yang diusung PPP dan PDIP dengan kekuatan gabungan 20 kursi di DPRD tampak lebih percaya diri. Pasalnya, dari sisi etnis, Sihar menjadi satu-satunya kandidat yang mewakili etnis Batak dalam Pilkada kali ini. Meski popularitas Djarot lebih tinggi ketimbang Edy pada tahap awal pendaftaran calon gubernur, namun popularitas Edy terus meningkat akhir-akhir ini.
Elektabilitas kedua pasangan pun kini mulai bersaing sebagaimana terlihat dari sejumlah hasil survei. Nama Edy kian populer di kalangan pemilih muslim, sedangkan nama Djarot lebih mendapat tempat di kalangan etnis Batak yang lebih banyak nonmuslim.
Djarot bisa menjadi suatu ganjalan, karena Djarot bukanlah putra daerah. Akan tetapi, data menunjukkan etnis Jawa merupaan 30% dari komposisi warga Sumut.
Keunggulan Edy lainnya adalah basis politik karena didukung enam parpol, yakni Gerindra 13 kursi, PKS 9 kursi, PAN 6 kursi serta tambahan dari Nasdem 5 kursi dan Golkar 17 kursi sehingga menguasai 50 kursi di DPRD. Tentu jumlah kursi ini tak sebanding dengan pihak lawan yang hanya didukung oleh 20 kursi.
Dari segala dinamika dan kekuatan kedua pasangan itu, sejumlah lembaga survei menyampaikan temuan mereka. Menariknya, kedua lembaga survei nasional menemukan hasil yang berbeda.