Bisnis.com, JAKARTA - KPK pada Senin (4/6/2018) memeriksa anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa sebagai saksi untuk Irvanto dan Made Oka.
"Pertanyaan tidak jauh berbeda dengan yang lain-lain, sama saja. Kalau yang terbaru bagaimana menuntaskan perkara ini agar cepat selesai, makanya di pengadilan," kata Agun, Senin (4/6/2018).
Dia mengharapkan agar penanganan kasus korupsi KTP-e dapat tuntas.
"Harus tuntas. Kalau saya masih akan terus ikut. Tidak akan ada istilah lelah buat saya di proses persidangan ini. Bolak balik dipanggil buat saya kewajiban, tidak ada istilah lelah. Saya ingin pada akhirnya ini akan selesai dan akan selesai kalau semua kooperatif," ucap Agun.
Untuk diketahui, dalam dakwaan terhadap mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto, nama Agun Gunandjar Sudarsa dan Melchias Mekeng sempat disebut menerima aliran dana proyek KTP-e senilai Rp5,95 triliun.
Melchias Mekeng yang saat itu menjabat Ketua Banggar DPR disebut menerima US$1,4 juta.Adapun Agun saat itu selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR disebut menerima US$1,047 juta.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng mengaku dikonfirmasi oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal tugas dan tanggung jawab sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) saat pembahasan proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-e).
Seusai menjalani pemeriksaan, Mekeng mengaku tidak ada yang baru dalam pemeriksaannya kali ini terkait kasus korupsi KTP-e.
"Tidak ada yang baru. Cuma tugas dan tanggung jawab saya sebagai Ketua Badan Anggaran, itu saja," kata Mekeng di gedung KPK.
KPK pada Rabu memeriksa Mekeng sebagai saksi untuk tersangka Irvanto yang merupakan keponakan Novanto dan Made Oka, pengusaha sekaligus rekan Novanto dalam penyidikan kasus korupsi KTP-e Lebih lanjut, Mekeng mengaku tidak mengenal dengan dua tersangka tersebut.
"Saya katakan saya tidak pernah kenal dua orang itu. Jadi, bagaimana saya bisa memberikan keterangan," ucap Mekeng yang saat ini menduduki posisi Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR itu.
Menurut dia, Badan Anggaran DPR tidak pernah membahas anggaran proyek KTP-e.
"Biasa kan. Kami tidak pernah bahas KTP-e, kami bahas anggaran komisi secara keseluruhan," tuturnya.
Ia pun mengungkapkan yang seharusnya bertanggung jawab dalam proses pembahasan anggaran KTP-e adalah Komisi II. "Iya lah, Komisi II, itu kan sesuai dengan tupoksi-nya," kata Mekeng.
Untuk diketahui, dalam dakwaan terhadap mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto, nama keduanya sempat disebut menerima aliran dana proyek KTP-e senilai Rp5,95 triliun.
Irvanto telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Made Oka pada 28 Februari 2018 lalu.
Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP-E dengan perusahaannya yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-E, ia juga diduga telah mengetahui ada permintaan "fee" sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran KTP-e.
Irvanto diduga menerima total US$3,4 juta para periode 19 Januari-19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara.
Adapun Made Oka adalah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang "investment company" di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana.
Made Oka melalui kedua perusahaannya diduga menerima total US$3,8 juta sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas US$1,8 juta melalui perusahaan OEM Investment Pte.Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar US$2 juta.
Made Oka diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek KTP-E. Keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.