Bisnis.com, JAKARTA— Wacana diaktifkannya kembali kembali Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI sebagai langkah penanggulangan masalah terorisme terus mencuat.
Pengamat Pertahanan Susaningtyas N H Kertopati menilai jika itu terjadi, Koopssusgab bersifat sementara atau temporary karena kebutuhan mendesak dan harus memiliki paying hukum berupa undang-undang yang jelas.
"Koopssusgab didirikan karena ada situasi mendesak itu, kan sifatnya juga temporary, harus ada UU yang memayunginya," ujarnya dalam diskusi bertema Koopssusgab, RUU Antiterorisme, Deradikalisasi, Sabtu (19/5/2018).
Sebagai gambaran, pada saat posisi Panglima TNI dijabat Jenderal TNI Moeldoko pada 2015, pasukan gabungan itu pernah dibentuk sebagai antiteror.
Pasukan antiteror tersebut diisi prajurit-prajurit pilihan dari satuan-satuan khusus di tubuh TNI yaitu Kopassus TNI AD, Denjaka TNI AL, dan Satbravo TNI AU.
Moeldoko yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan mengatakan, gabungan pasukan khusus itu saat ini dibekukan. Namun, pascakejadian serangan teroris baru-baru ini, Moeldoko sempat mengangkat wacana pembentukan kembali pasukan khusus itu.
Bahkan, sebelumnya, Moeldoko sempat mengatakan presiden sudah tertarik dengan rencana tersebut.
Susaningtyas menjelaskan, payung hukum dalam hal ini sangat penting agar tak terjadi tumpang tindih antara kepolisian dan TNI. Karena sejatinya, di Indonesia, penanganan kasus terorisme masuk tindak pidana yang ditangani polri.
Di sisi lain, Susaningtyas mengatakan, TNI bisa dilibatkan dalam pemberantasan terorisme karena diatur dalam UU TNI dan termasuk ke dalam operasi militer selain perang.
“Apalagi kalau memang mengancam objek vitalitas," ujarnya.