Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Direktur Eksekutif Apec Alan Bollard: Indonesia Masih Punya Banyak PR

Para menteri perdagangan negara anggota APEC akan bertemu di Port Moresby, Papua Nugini pada 2526 Mei 2018. Pekan lalu, Bisnis berkesempatan mewawancarai Direktur Eksekutif APEC Alan Bollard. Berikut kutipannya.
Direktur Eksekutif Apec Alan Bollard/Bisnis-Abdullah Azzam
Direktur Eksekutif Apec Alan Bollard/Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Para menteri perdagangan negara anggota APEC akan bertemu di Port Moresby, Papua Nugini pada 25—26 Mei 2018.

Selain membahas lanskap perdagangan global serta peluang digital bagi perekonomian, pertemuan tersebut juga akan melihat kembali visi APEC untuk membuka perdagangan bebas dan investasi yang tertuang dalam deklarasi Bogor Goals.

Pekan lalu, Bisnis berkesempatan mewawancarai Direktur Eksekutif APEC Alan Bollard. Berikut kutipannya.

Apa target APEC dalam Pertemuan Para Menteri di Papua Nugini akhir bulan ini?

APEC memiliki banyak tujuan dan target, tapi yang paling besar adalah terkait Bogor Goals. Pada 1994, APEC telah menyepakati target perdagangan bebas dan terbuka untuk negara ekonomi maju pada 2010 dan untuk negara berkembang pada 2020.

Kita mungkin sudah membuat beberapa kemajuan untuk itu, tapi kita belum benar-benar mencapainya. Kami memonitor kemajuannya juga akan melaporkan kepada pejabat senior terkait perkembangannya.

Kami ingin melangkah sejauh yang kami bisa dalam menangani beberapa hal, seperti tekanan tarif, masalah perbatasan, peningkatan hambatan lain untuk perdagangan dan investasi, regulasi reformasi perdagangan, serta mengurangi hambatan rantai pasok.

Sejauh ini, sudah berapa persen kemajuan dari Bogor Goals?

Saya tidak bisa mengatakannya, karena terdapat pengukuran yang berbeda untuk wilayah yang berbeda. Hal ini bukan hanya dalam satu pengukuran.

Dapatkah Bogor Goals 2020 tercapai tepat pada waktunya?

Hal ini merupakan headline terbesar dan pendorong perubahan APEC se kitar dalam dua dekade terakhir.

Bogor Goals sudah berhasil dalam hal memberikan kita arah dan target, ser ta bantuan dalam memonitor perkem bangan ekonomi. Kami memiliki kemajuan baik hingga 5 tahun yang lalu.

Setelah itu, kemajuannya melambat. Di Papua Nugini, untuk pertama kalinya kami akan membahas APEC Vision Growth, yang mana akan merumuskan visi APEC yang tepat setelah 2020, setelah Bogor Goals kadaluarsa.

Mungkin saja mereka [peserta pertemuan APEC] akan mengatakan, tetap lanjutkan Bogor Goals. Mungkin ada penambahan perkembangan dan fokus digital untuk Bogor Goals, atau ingin ada tujuan yang lain yang mungkin lebih luas.

Menurut Anda, sejauh apa kesiapan Indonesia menjelang batas akhir Bogor Goals 2020?

Well, Indonesia adalah pionir Bogor Goals, tapi masih memiliki beberapa pekerjaan rumah untuk mengejar ketertinggalan hingga batas akhir 2020.

Kami tetap melihat prospek yang berkelanjutan. Selain itu [Indonesia] masih perlu memanfaatkan perkembangan teknologi ke depannya.

Bagaimana outlook ekonomi Indonesia dan negara-negara APEC?

Saya kira lumayan bagus, semakin baik sejak krisis keuangan 10 tahun lalu. Jadi, ekonom masih mengatakan mereka khawatir tentang ini dan itu.

Tapi sebenarnya, kawasan APEC memiliki pertumbuhan yang lebih baik dan seimbang. Jadi tidak hanya di Amerika Serikat maupun China, tapi di seluruh kawasan. Meskipun pertumbuhannya tidak spektakuler hingga dua digit, namun keberlanjutannya tetap merupakan kualitas pertumbuhan yang baik.

Memang masih ada risiko. Kami melihat proteksionisme dagang dapat memperlambat perekonomian. Tapi kami tidak tahu berapa besarnya. Proteksionisme dagang dapat membawa kekhawatiran di pasar keuangan, dan kemudian berakhir pada perlambatan investasi. Tapi kami belum melihat hal seperti itu saat ini.

Apa yang perlu ditingkatkan oleh Indonesia jika dibandingkan dengan anggota APEC lain?

Indonesia, saya kira, terendah kedua dalam hal cakupan broadband di antara negara-negara anggota APEC.

Namun, terdapat pengguna media sosial yang tinggi [di Indonesia], dan pengguna platform berbasis seluler yang sangat tinggi. Jadi, di beberapa sisi sebenarnya Indonesia memimpin dari sisi konsumen, atau salah satu dari pionir dari sisi konsumen.

Tapi, saya kira masih harus banyak yang dikerjakan untuk sisi teknologi bisnis. Salah satu tantangannya adalah meluaskannya ke dalam industri dan tentu saja untuk agrikultur yang membutuhkan cakupan broadband hingga ke daerah pedesaan. Jadi, memang masih banyak pekerjaan di sana.

Bagaimana pendapat Anda mengenai pakta perdagangan bebas TPP dan RCEP di tengah tensi perang dagang AS-China?

Well, RCEP [Regional Comprehensive Economic Partnership] adalah pakta yang mana AS tidak terlibat. Tapi saya harus tekankan bahwa APEC tidak menegosiasikan kesepakatan.

 Kami memonitornya, melihat bagaimana cara kerjanya, kami melihat kemungkinan munculnya ide baru, mungkin TPP [Trans-Pacifi c Partnership] memiliki banyak pertemuan sampingan di APEC dan RCEP juga.

RCEP, kami lihat akan segera ditandatangani mungkin tahun ini atau tahun depan. Menurut kami, yang ditawarkan RCEP adalah kesempatan besar.

Sejauh ini, jika kita memiliki India, China, dan Indonesia dan semuanya menjadi satu, itu akan besar sekali. Dan itu akan menjadi perkembangan terbesar bagi RCEP.

Bagaimana pendapat Anda mengenai manfaat RCEP bagi Indonesia?

Saya kira, menjadi bagian dari RCEP akan sangat berguna bagi Indonesia, untuk TPP juga mungkin saja.

Tapi, saya kira Indonesia harus dapat realitstis untuk bergabung. Tidak hanya itu, tentu saja, Indonesia telah menjadi jantung Asean selama bertahun-tahun. Di dalam APEC juga banyak terdapat inisiasi.

Kami memiliki sekitar 400- 500 inisiasi di dalam APEC, Indonesia dapat menentukan dan mengatakan: kami dapat menjadikan yang ini sebagai contoh, kami dapat belajar dari yang itu, atau kami tidak ingin yang lainnya.

Hal itu akan memberikan pemahaman yang lebih baik menenai praktik terbaik di kawasan ini dan apa yang bisa cocok untuk Indonesia.

Menurut saya, hal itu memberikan penawaran yang banyak untuk Indonesia. Indonesia tentu saja bukan negara kecil di dalam APEC.

Indonesia memiliki keuntungan seperti besarnya pasar domestik. Kita bisa melihat China, pandangan China adalah dia ingin perdagangan menjadi faktor pendorong ekonominya untuk menjadi ekonomi terbesar. Jadi, saya yakin, jika Indonesia melihat kemungkinan dengan membuka diri dan mendorong perdagangan, yang saya harapkan untuk terus dilanjutkan.

Sejauh ini kita mendengar banyak pertanyaan tentang proteksi dagang, tapi Indonesia baru-baru ini telah memperjelas bahwa mereka tetap ingin berada di lingkungan yang lebih bebas.

Apa yang dapat dilakukan Indonesia dan negara-negara di kawasan Asean untuk memperkuat perekonoamiannya saat ini?

Bagi Indonesia, untuk melanjutkan apa yang telah dilakukan selama ini. Artinya, kebijakan fi skal, defi sit neraca berjalan, manajemen makroekonomi, dan regulasi sektor keuangan yang baik telah dapat membangun perekonomian domestik dan di dalam program infrastruktur Indonesia. Semua itu memberikan basis yang lebih modern bagi ekonomi.

Namun, jika melihat kawasan, kita bisa melihat bahwa Indonesia masih dapat memperoleh bagian dari selisih pertumbuhan dagang (trade different growth).

Jadi, jika kita melihat perekonomian Indonesia tanpa melihat jumlah ekspor dan impor, Indonesia masih tetap tumbuh. Jadi, beberapa negara anggota APEC memang menyadari untuk lebih melihat permintaan domestik, seperti Indonesia selalu memiliki permintaan domestik. Mereka tidak terlalu melihat selisih pertumbuhan dagang.

*) Artikiel dimuat di koran Bisnis Indonesia edisi Senin 14 Mei 2018

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper