Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia Police Watch meminta Kepolisian Negara RI menangani aksi penyanderaan di Rumah Tanahan Markas Komando Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok, secara profesional agar tidak ada lagi polisi yang menjadi korban teroris.
“Jika polisi kembali tewas dalam peristiwa kekacauan di Rutan Brimob, para teroris merasa mendapatkan kemenangan besar. Inilah yang harus dicegah kepolisian,” ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane dalam rilis pers, Rabu (9/5/2018).
Informasi terakhir dari Polri menyebutkan bahwa lima polisi dan satu teroris tewas setelah terjadi prahara di Rutan Mako Brimob sejak Selasa (8/5/2018) malam. Saat ini, seorang anggota Brimob dikabarkan masih berada dalam penyanderaan para tanahan teroris di rutan.
Neta menyayangkan lambannya titik terang pengungkapan kerusuhan di Rutan Mako Brimob, terutama terkait lima polisi yang tewas sejak pukul 01.00 WIB, tetapi baru diumumkan pada pukul 16.00 WIB. Di samping itu, sampai Rabu sore polisi menyebutkan situasi Rutan Mako Brimob sudah terkendali.
“Tapi faktanya Rutan Brimob masih dikuasai tahanan teroris dan masih ada polisi yang disandera. Selain itu 165 tahanan teroris masih menguasai sekitar 30 senjata api yang sebagian besar laras panjang dan 300 amunisi,” ujarnya.
Di sisi lain, Neta menilai polisi belum berhasil memutus komunikasi para teroris dengan jaringan mereka di luar rutan. Dia menyesalkan mengapa para teroris bisa memiliki ponsel selama di menjadi tahanan.
“Dengan kondisi seperti ini IPW khawatir, jika kepolisian bertindak gegabah para tahanan teroris tersebut akan kembali menghabisi polisi yang menjadi sandera dan kemudian melakukan serangan bunuh diri,” ucapnya