Bisnis.com, PENAJAM PASER UTARA—Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak mengaku menjadi salah satu pasien dr Terawan yang gagal memulihkan diri.
Berbicara didepan Menteri ESDM Ignasius Jonan, Awang meminta izin masih menggunakan kursi roda dalam bekerja. Dia mengatakan fungsi motoriknya masih terganggu pasca terapi pengobatan dr Terawan.
“Saya ini bisa dibilang adalah orang yang gagal saat mengikuti DSA. Menurut dr terawan, harusnya saya pulih. Tapi nyatanya masih seperti ini,” tutur Awang Faroek, saat seremoni peresmian sumur bor air tanah di wilayah Kalimantan Timur, Kamis (26/4).
Namun, Awang memastikan fungsi kognitif tubuhnya masih bagus sehingga bisa menjalankan tugas sebagai gubernur. “Ini adalah pengabdian terakhir saya setelah 40 tahun menjadi politisi.”
Kondisi kesehatan Awang Faroek sebelumnya mengalami penurunan sejak Oktober 2014. Awang sakit dan sempat menjalani perawatan intensif di RSUD AW Sjahrani, Samarinda sebelum kemudian dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto, tempat dr Terawan bekerja.
Ihwal sakitnya Gubernur ini pernah dipersoalkan oleh DPRD Kalimantan Timur dengan membentuk panitia khusus. Awang tetap yakin bisa menjalankan tugas sampai masa jabatannya berakhir tahun ini.
Baca Juga
dr Terawan Agus Putranto adalah dokter yang menawarkan terapi pengobatan yang dia sebut metode 'brainwash' alias 'cuci otak' dengan Digital Subtraction Angiography (DSA).
Menurut catatan Bisnis, karena metodenya tersebut, dokter lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) itu, diberhentikan sementara oleh MKEK selama 12 bulan dari keanggotan IDI karena dianggap telah melakukan pelanggaran kode etik kedokteran. Selain itu, rekomendasi izin praktik Terawan juga dicabut.
dr. Terawan sendiri mengklaim metode terapi brain flushing atau terapi cuci otak yang dia lakukan telah teruji secara ilmiah, yakni melalui disertasi yang dia buat untuk meraih gelar doktor dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
Dalam konferensi persnya beberapa waktu lalu, dia menjelaskan bahwa disertasi tentang terapi cuci otak temuannya itu dibuat bersama dengan lima orang lainnya. Kemudian, hasil risetnya tersebut juga sudah dimuat di 12 jurnal internasional.
Kendati demikian, dr Terawan tidak menampik adanya potensi risiko kegagalan. Oleh sebab itu, dia melakukan penelitian melalui disertasinya dengan hati-hati, detil, dan rinci.
"Jadi kalau itu [terapi cuci otak] diuji secara ilmiah sudah dilakukan melalui disertasi dan disertasi itu dilakukan di sebuah universitas yang cukup terpandang. Menurut saya adalah hal yang harus dihargai," kata Terawan dalam konferensi pers di RSPAD, Jakarta Pusat, Rabu (4/4/2018) malam.