Bisnis.com, JAKARTA—Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta maaf atas kesulitan dalam pelaksanakan ujian nasional berbasis komputer atau UNBK. Menurutnya, hal itu untuk meningkatkan standardisasi pendidikan di Indonesia.
Kendati demikian, pihaknya tidak akan tinggal diam dan akan melakukan evaluasi scara menyeluruh.
Dia mengakui, Kementerian Pendidikan di pusat sangat memahami bahwa adanya disparitas kualitas pendidikan di Indonesia. Tapi di satu sisi pemerintah harus menerapkan standardisasi nasional.
“Ini memang pilihan yang sulit yang harus dikompromikan. Karena itu saya minta maaf kalau ada beberapa kalangan yang merasa mengalami kesulitan yang tidak bisa ditoleransi. Saya janji bahwa akan kami benahi, tetapi mohon maklum bahwa ujian nasional kita harus semakin sulit untuk mengejar ketertinggalan,” ujarnya di Istana Wakil Presiden, Jumat (13/4).
Sebelumnya, pelaksanaan UNBK untuk SMA dilaksanakan pada 10-13 April mendapat protes karena soal yang diujiankan tergolong sulit karena tidak sesuai dengan pelajaran yang diterima.
Muhadjir mengakui, soal UNBK dinaikan tingkat kesulitannya pada semua pelajaran yang diujiankan yaitu matematika, IPA dan literasi.
Baca Juga
“Kami sudah mulai menerapkan standar internasional baik itu untuk matematika, literasi maupun IPA yaitu yang disebut dengan HOTS [atau] higher order thinking skill. Jadi lebih mengarah kepada mendorong siswa memiliki kemampuan berpikir kritis,” ucapnya.
Dengan demikian harapannya ke depan, sumber daya manusia yang dihasilkan akan memiliki lima kompetensi yaitu berpikir kritis, kreatifitas, inovasi, kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerja sama, dan percaya diri.
“Jadi ada lima ini yang menjadi target pembentukan karakter siswa dan itu tentu saja melekat dalam sistem nasional evaluasi kami di dalam UN itu,” terangnya.
Hal itu tak terlepas dari upaya pemerintah meningkatkan mutu pendidikan nasional. Menurut Muhadjir, mutu pendidikan Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara-negara di Asia maupun Asia Tenggara.
Hal itu mengacu pada survei Programme for International Student Assessment (PISA) yang merupakan sistem ujian dari Organisation for Economic Cooperation and Development (OCD) untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia.