Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemecatan dokter Terawan : IDI Diminta Berikan Klarifikasi Publik

IDI diminta memberikan klarifikasi terkait pemecatan sementara dokter Terawan dari keanggotan di Ikatan Dokter Indonesia ini.
Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Mayjen TNI Terawan Agus Putranto, di RSPAD, Jakarta, Senin (2/3/2018)./JIBI-Endang Muchtar
Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Mayjen TNI Terawan Agus Putranto, di RSPAD, Jakarta, Senin (2/3/2018)./JIBI-Endang Muchtar

Kabar24.com, SEMARANG - IDI diminta memberikan klarifikasi terkait pemecatan sementara dokter Terawan dari keanggotan di Ikatan Dokter Indonesia ini.

Anggota Komisi IX DPR RI Dewi Aryani menyatakan IDI wajib mengklarifikasi kasus dokter Terawan, penemu modifikasi Digital Substraction Angiogram (DSA) atau pengobatan cuci otak, karena mulai meresahkan banyak pihak.

Dewi Aryani, anggota Komisi IX DPR RI dari FPDIP, dalam wawancara dengan Antara di Semarang, Rabu (4/4/2018) sore, mengatakan hal itu terkait dengan putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI yang memecat dr. Terawan (sapaan akrab Brigjen TNI dr. Terawan Agus Putranto) atas pelanggaran kode etik.

Dewi yang pernah terapi DSA dr. Terawan pada tahun 2017 menyarankan agar Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Keternagakerjaan) DPR RI segera memanggil IDI dan pihak dr. Terawan agar segera memberikan klarifikasi publik agar masalah menjadi jernih, tidak terjadi kesalahpahaman di tengah masyarakat.

"Semua rumah sakit kan punya tim etik dan hukum, maka pihak tim RSPAD juga harusnya nanti ikut dipanggil. Seharusnya mereka melindungi pegawai-pegawai di rumah sakit tersebut," katanya.

Ia mempertanyakan kenapa IDI sampai melakukan pemecatan. Oleh karena itu, Komisi IX perlu memanggil IDI supaya publik mengetahui pula fungsi tim etik hukum itu berjalan atau tidak.

Dewi juga menyesalkan karena praktik cuci otak sudah berjalan sekian tahun mengobati ribuan orang, kenapa tiba-tiba sekarang dinilai melanggar etik? "Kalaupun ada pelanggaran seharusnya sejak awal sudah disetop. Di rumah sakit kan ada tim etik, ada para dokter senior yang paham tentang etik kedokteran dan clinical pathway. Pegangan mereka kan itu. Sampai ada di brosur, bahkan dipromosikan," katanya.

Jika pelanggarannya hanya administrasi, menurut Dewi, mestinya ada solusinya, bukan pemecatan. Kalau dinilai berat, IDI dan pihak Terawan harus menjelaskan kepada publik supaya tidak makin meresahkan dan jadi polemik berkepanjangan.

"Pemecatan juga ada kriterianya, maka harus dijelaskan pelanggaran beratnya apa saja dan kenapa setelah bertahun-tahun praktiknya berjalan?" tanyanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper