Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie berpendapat kriteria calon ketua Mahkamah Konstitusi periode berikutnya harus diterima di kalangan anggota dan jauh dari masalah etik.
Menurutnya, syarat pertama untuk menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi adalah dapat diterima di kalangan anggota dan Ketua Mahkamah Konstitusi bukan segala-galanya dalam institusi tersebut.
“Ketua itu sama dengan anggota. Hanya dia itu memimpin sidang, itu aja. Tidak lebih dari ngetok palu. Tapi hak suaranya sama. Hanya kalau ada delapan orang [hakim], satu misalnya sakit, delapan orang berdebat akhirnya harus voting empat empat, nah di mana posisi ketua ada di kelompok yang empat itu, itu lah posisi keputusan institusi,” katanya, Kamis (29/3/2018).
Dalam rapat pleno hakim konstitusi pada Rabu (28/3/2018) menyepakati untuk tidak menyertakan Arief Hidayat dalam pemilihan Ketua Mahkamah Kontitusi periode 2018-2021.
Jimly menyebut yang layak menjadi ketua adalah siapa saja yang bisa dipercaya mengayomi dan tidak harus yang paling pintar. Namun, bisa memimpin dan mewakili citra institusi. “Bukan ukuran badannya, tapi ukuran wibawanya,” ujarnya.
Terkait Arief yang pernah bermasalah karena pelanggaran etika, menurutnya ketua MK generasi berikutnya harus yang jauh dari masalah etik.
“Tidak harus yang professor, doktor. Misalnya, yang bukan profesor bisa saja asal dia punya integritas, punya kapabilitas dan punya citra keluar. Itu penting karena MK belum 100% kembali pulih [kepercayaan dari masyarakat] sesudah kasus Akil. Harapan kita MK kembali 100%, yang sekarang masih belum, baru 95% atau 90%,” ujarnya.