JAKARTA -- Negara-negara anggota Asean dan Australia berikrar akan bersatu menghadapi isu proteksionisme serta mendorong Korea Utara menghentikan pengembangan nuklirnya.
“Kami berkomitmen untuk pasar bebas dan terbuka. Kami juga akan menolak segala bentuk proteksionisme,” tulis pengumuman resmi dari Australia-Asean Special Summit 2018 yang dilangsungkan di Sydney, seperti dikutip Bloomberg, Minggu (18/3/2018).
Pada awal bulan ini, pasar global sempat terguncang dengan kabar Penasihat Ekonomi AS Gary Cohn keluar dari Gedung Putih seiring dengan pengumuman pengenaan tarif impor baja dan aluminium dari Presiden Donald Trump. Kebijakan itu dinilai berpotensi akan meningkatkan tensi terjadinya perang dagang global.
Para ekonom Bloomberg memperkirakan jika perang dagang global terjadi, setidaknya US$470 miliar akan hilang dari produk domestik bruto (PDB) global pada 2020.
Sementara itu, untuk isu Korea Utara, Asean dan Australia setuju bahwa nuklir dan misil balistik dari negara di semenanjung Korea itu merupakan ancaman untuk kawasan Asean. Mereka akan mendorong untuk denuklirisasi secara menyeluruh, terverifikasi, dan sepenuhnya di Semenanjung Korea.
Dengan perhatian mengenai meningkatnya program nuklir di Korut, Presiden AS Donald Trump juga telah memberikan sinyal bahwa dia setuju untuk bertemu dengan Pemimpin Korut Kim Jong Un dalam beberapa bulan ke depan untuk menyelesaikan permasalahan selama ini.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan bahwa mereka akan berhati-hati dan mendukung perkembangan tersebut.
“Kami berharap langkah baru-baru ini dapat berkontribusi untuk perdamaian dan stabilitas dunia untuk seterusnya,” katanya setelah pertemuan tingkat tinggi tersebut.
Sementara itu, selama pertemuan, Australia dan Asean juga menandatangani kesepakatan untuk memperkuat kerjasama di bidang ilmu pengetahuan (intelligence sharing) untuk menghalangi kemampuan teroris berkomunikasi lewat pesan digital di kawasan.
Hal ini muncul karena kekhawatiran datangnya pengaruh dari teroris ISIS yang kembali dari Timur Tengah, dengan Indonesia dan Fiipina sebagai negara yang paling terancam kena serangan.
Perdana Menteri Malaysia Najib Razak juga menyampaikan dalam pertemuan pada Sabtu (17/3) bahwa kekerasan kepada masyarakat Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar, juga mungkin akan memberikan kesempatan bagi ISIS akan melakukan rekrutmen.
“Kini, ancaman terorisme telah menjadi ancaman region Asean, bukan lagi permasalahan domestik suatu negara,” katanya.
Sekadar informasi, Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi akan bertemu dengan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull pada Minggu (18/3). Turnbull mengonfirmasi bahwa para pemimpin Asean-Australia Summit akan berdiskusi mengenai kekerasan etnik di Myanmar dengannya pada Senin (19/3).
“Ini merupakan masalah yang kompleks. Semua orang ingin mencari cara untuk mengakhiri penderitaan yang terjadi dalam peristiwa dan konflik” katanya sambil menambahkan bahwa aksi di Myanmar itu merupakan bencana kemanusiaan.