Kabar24.com, JAKARTA - Aliran uang terkait korupsi KTP elektronik ke DPR makin terkuak dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Setya Novanto, Senin (12/3/2018).
Dalam persidangan, jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Muhammad Nur, staf PT Murakabi Sejahtera yang dipimppin oleh Irvanto Heru Pambudi, keponakan dari Setya Novanto.
Dalam kesaksiannya, Muhammad Nur menceritakan bahwa dia diperintahkan oleh Irvanto untuk menerima uang dari PT Inti Valuta yang bergerak di bidang jasa penukaran valuta asing. Seingatnya, secara keseluruhan, dia menerima uang sebanyak tiga kali.
“Setelah menerima uang, saya langsung mengantarkan ke Irvanto. Dia bilang uang itu buat Senayan,” ujarnya di hadapan majelis hakim.
Senayan yang dia maksud merujuk pada para anggota DPR yang berkantor di Senayan. Dalam berkomunikasi dengan Irvanto, mereka menggunakan kode warna merujuk pada kiriman uang yang diterima. Kode warna tersebut kemudian diganti oleh Irvanto dengan merk minuman beralkohol.
Irvanto saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka serta ditahan oleh KPK. Menurut pihak KPK, sejak awal dia telah mengikuti proses pengadaan KTP elektronik dengan perusahaan PT Murakabi Sejahtera dan diketahui beberapa kali mengikuti pertemuan di Ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang.
Baca Juga
Meski dalam proses tender konsorsium Murakabi kalah, dia sebagai perwakilan Setya Novanto diduga mengetahui ada fee 5% untuk mempermudah proses pengangaran. Dia juga diduga menerima uang US$3,5 juta sepanjang 19 Januari 2012-19 Februari 2012.
Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, uang yang diterima oleh Irvanto melalui proses transfer yang sangat rumit dengan tujuan mengaburkan jejak di antaranya melalui sejumlah biro penukaran uang.
Fakta mengalirnya uang terkait megakorupsi tersebut sebelumnya terungkap ketika Jafar Hafsah yang merupakan mantan Ketua Fraksi Demokrat menuturkan bahwa dia mengembalikan uang sebesar Rp1 miliar kepada KPK.
Uang tersebut, lanjutnya, diterima dari Muhammad Nazaruddin, Bendahara Fraksi Demokrat. Kala itu, Nazar mengatakan bahwa yang yang diberikan merupakan uang sumbangan anggota fraksi sehingga telah menjadi milik fraksi tersebut.
“Saya kembalikan uang ini karena ketika diperiksa, penyidik menjelaskan bahwa Nazar bilang bahwa uang itu merupakan uang KTP elektronik,” katanya.
Dalam dakwaan, KPK memang tidak menyebut beberapa nama politisi yang diduga menerima aliran dana seperti pada dakwaan rangkaian perkara lainnya. Akan tetapi, komisi itu menyebut bahwa ada sejumlah anggota DPR yang diduga menerima sekitar US$12,8 juta dan Rp44 miliar. Nama-nama para anggota DPR itu akan dirinci pada persidangan yang tergantung paa kebutuhan pembuktian.