Ada Apa dengan Ghouta?
Ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Basar terus memuncak dalam beberapa bulan terakhir. Kekecewaan tersebut semakin menambah semangat kelompok kepentingan untuk melakukan pemberontakan.
Mereka terdiri dari berbagai kelompok seperti aliansi pemberontak Arab Suriah, Pasukan Demokratik Suriah, kelompok jihadis Salafi, dan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Semua pihak menerima dukungan besar dari aktor asing. Rusia pun tidak ketinggalan untuk terus mendukung kekuatan pasukan pemerintah untuk menumpas pemberontak, terutama di wilayah Ghouta yang selama ini dikuasai oleh pemberontak.
Peran Iran dalam memberi pelatihan kepada kelompok garis Syiah juga tidak bisa diabaikan. Peran ini pulalah yang membuat Israel selalu mewaspadai wilayah Suriah. Negara Yahudi itu khawatir tetangganya dijadikan sebagai pangkalan militer Iran di tengah gempuran pasukan pemerintah di Ghouta.
Wilayah Ghouta Timur menjadi salah satu enclave pemberontak terbesar di pinggiran Kota Damaskus. Puluhan ribu penduduk terjebak di tengah pertempuran yang telah menewaskan lebih dari 800 orang.
Untuk merebut kota ini, pasukan Bassar al-Assad Assad tidak mau main-main. Kepulan asap tebal terlihat di mana-mana sebagi pertanda perang belum berakhir.
Kini, Ghouta telah menjadi Aleppo kedua setelah sebagian besar kekuatan pasukan pemerintah Suriah dikerahkan ke sana. Organisasi internasional telah menuduh pemerintah Suriah dan pasukan oposisi lainnya melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat.
Resolusi PBB berupa gencatan senjata di Ghouta pun diabaikan oleh kedua pihak. Demikian juga dengan perintah gencatan senjata dari Rusia untuk menghentikan pertempuran selama lima jam sehari.
Bantuan kemanusiaan mengalami kesulitan untuk memberikan pertolongan kepada para korban yang terjebak perang. Entah sampai kapan perang saudara itu bisa dihentikan masih belum jelas.