Kabar24.com, JAKARTA--Polisi Inggris memastikan bahwa mantan mata-mata Rusia Sergei Skripal dan putrinya sengaja diracun dengan zat saraf akhir pekan lalu.
Asisten Komisioner Polisi Metropolitan London Mark Rowley mengatakan polisi menangani insiden itu sebagai upaya pembunuhan dengan zat saraf.
Skripal, mantan pejabat militer Rusia yang didakwa memata-matai demi kepentingan Inggris, beserta putrinya, Yulia kini dalam kondisi kritis setelah ditemukan pingsan di bangku sebuah pusat perbelanjaan di Salisbury, 40 kilometer barat daya London.
"Seorang polisi yang tiba pertama kali di lokasi kejadian juga jatuh sakit dan kini dalam kondisi serius di rumah sakit," kata Rowley sebagaimana dikutip CNN.com, Kamis (7/3/2018).
Zat saraf adalah bahan kimia sangat berbahaya yang mencegah sistem saraf tubuh berfungsi dengan normal. Jika terpapar dalam dosis tinggi bisa menyebabkan kematian korban.
Skripal, 66 tahun, diyakini telah tinggal di Inggris sejak dibebaskan dari penjara Rusia pada 2010.
Baca Juga
Dia divonis 13 tahun penjara di Rusia pada 2006 dengan tuduhan menjadi mata-mata untuk Inggris. Dia dinyatakan bersalah karena mengkhianati intelijen Rusia untuk agen mata-mata Inggris, M16.
Rusia menuduhnya bekerja untuk M16 sejak 1990-an. Skripal diduga menerima bayaran US$100 ribu untuk tiap informasi yang diberikan.
Skripal mendapat perlindungan Inggris di bawah kesepakatan pertukaran mata-mata antara Amerika Serikat dan Rusia pada 2010.
Dia salah satu dari 14 mata-mata yang ditukar Moskow dan Washington di Bandara Wina pada 2010. Anna Chapman, mata-mata Rusia yang terkenal glamor termasuk salah satunya.
Insiden yang menimpa Skripal mengingatkan orang pada kasus Alexander Litvinenko, mantan mata-mata Rusia yang tewas terkena racun radioaktif polonium di London pada 2006.
Sebuah penyelidikan di Inggris atas kasus kematian Litvinenko menemukan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin, 'kemungkinan menyetujui' pembunuhan tersebut. Hasil penyelidikan yang dilansir pada 2016 juga mengidentifikasi dua warga Rusia, Andrei Lugovoi dan Dmitri Kovtun sebagai tersangka utama.