Kabar24.com, MALANG—Kerugian negara akibat stunting mencapai Rp300 triliun/tahun sehingga perlu penanganan terpadu agar angkanya dapat berkurarang menjadi 20% pada sekitar 10 tahun mendatang.
Deputi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N. Rosalin mengatakan kerugian negara itu dihitung pada aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi.
“Karena stunting, maka bisa terjadi lama pendidikan di SD yang normalnya ditempuh 6 tahun bisa molor menjadi 8 tahun sehingga membebani keuangan negara karena biaya pendidikannya ditanggung negara,” katanya di Malang, Rabu (7/3/2018).
Pada aspek kesehatan, stunting berdampak ada penyakit yang mengikutnya sehingga membebani APBN karena subsidi untuk kesehatan menjadi meningkat.
Dari aspek ekonomi, juga membebani karena produktivitas mereka yang terkena stuntitng kurang produktif.
Dampak selanjutnya, jika mereka sudah memasuki usia kerja, maka sulit untuk memperoleh pekerjaan yang layak karena kemampuan individu yang terbatas sehingga menjadi miskin.
Baca Juga
Dengan begitu, mereka menjadi beban negara untuk meningkatkan menjadi tidak miskin lewat program-program pemberdayaan.
Direktur Inklusi Sosial dan Gender Millennium Challenge Account (MCA) Indonesia, pelaksana Hibah Compact dari Millennium Challenge Corporation, Dwi Rahayu Yuliawati Faiz mengatakan kerugian negara tersebut terutama terkait produktifitas yang rendah sehingga terjadi potential lost ekonomi yang tinggi.
Sedangkan pada aspek kesehatanm, mereka yang terkena stunting, yakni pertumbuhan fisik dan kognisi yang kurang optimal akibat kurang gizi, yakni gampang terkena infeksi.
Lenny menegaskan ambang batas stunting mencapai 20% dari anak balita, namun di Indonesia masih 29,62% sehingga butuh kerja keras untuk mengurangi angka stunting tersebut.
Dia memperkirakan, membutuhkan waktu 10 tahun untuk mencapai 20%. Hal itu mengacu pada penurunan stunting dari 2010-2017. Pada 2010, angka stunting 35,6%, sedangkan pada 2017 berhasil diturunkan menjadi 29,6%.
Terjadinya stunting a.l pola asuh orang tua, akses ke kesehatan, akses sanitasi dan akses air bersih.
Upaya tersebut telah dilakukan pemerintah lintas kementerian dan daerah serta melibatkan swasta. Namun yang tidak kalah pentingnya sebenarnya, keterlibatkan ayah dalam mencegah stunting.
Dengan kepedulian ayah dalam mencegah terjadinya stunting, maka diharapkan terjadi percepatan pengurangan angkanya secara signifikan.
Untuk itu, maka Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan meminta daerah mendirikan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) untuk untuk memberikan pelayanan infromasi bagi keluargha Indonesia untuk pemenuhan hak anak.
“Sebagian besar daerah sudah ada Puspaga.”
Untuk keperluan itu pula, Kementerian tersebut bersama MCA-Indonesia mmbuat modul untuk “Pelibatan Ayah dalam Pencegahan Stunting” yang diujicobakan di Malang, 7-9 Maret 2018.