Kabar24.com, MEDAN – Pemerintah, baik pusat maupun daerah, didorong untuk bisa membuat kebijakan dan program yang fokus dalam pengembangan pemberdayaan wanita di sektor ekonomi.
Ekonom Senior CORE (Center of Reform on Economics) Indonesia Hendri Saparini menyebutkan kendati telah banyak institusi keuangan yang memberdayakan perempuan Indonesia, belum ada program khusus dari pemerintah yang benar-benar menyasar kepada pemberdayaan kaum wanita sebagai pendongrak pertumbuhan ekonomi.
Yang ada saat ini, menurut dia, lebih pada peningkatan kesejahteraan, tapi bukan produktivitas ekonomi. Jadi, lanjutnya, perempuan masih berperan lebih besar pada keluarga dan menjaga keluarga, tapi belum sebagai kekuatan ekonomi yang bisa diandalkan.
“Ini saya rasa sudah saatnya kita juga memiliki kebijakan yang khusus untuk pemberdayaan perempuan, tidak hanya dari sisi pembiayaannya, tetapi juga pendampingan,” ujarnya usai acara Talkshow Inklusi Keuangan dan Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembiayaan Syariah yang diselenggarakan BTPN Syariah di Medan, Sumatra Utara, pada Selasa (6/3/2018).
Dia menambahkan jika wanita Indonesia memang dianggap memiliki keunggulan, seperti yang saat ini juga dilakukan oleh sejumlah negara lain, maka sudah semestinya pemberdayaan perempuan daalam bentuk program dari hulu hingga ke hilir turut menjadi fokus pemerintah, bukan hanya dari segi penyaluran pembiayaan.
Adapun bentuk kebijakan atau program yang dibutuhkan dari pemerintah antara lain pedampingan dalam mencari pasar produk olahan yang dihasilkan oleh para wanita yang mengikuti program pemberdayaan, survei, dan pembuatan ketentuan mengenai standardisasi produk usaha kecil menengah layak ekspor, serta sejumlah hal lain yang tidak mungkin dilakukan sendiri oleh para pengusaha kecil.
“Di situlah kemudian peran pemerintah menjadi penting. Negara mana yang bisa menjadi market bagi produk ibu-ibu ini, produknya apa, kualitasnya seperti apa, karena mereka [para ibu-ibu pelaku usaha kreatif] bisa bikin [produk] tapi kalau kualitasnya, taste-nya tidak bisa masuk, ya nggak akan bisa,” tambahnya.
Sementara itu, terkait marketplace daring dalam negeri yang seharusnya bisa menjadi sarana pemasaran produk UKM ini, Hendri menyebutkan belum ada komitmen untuk fokus pada produk dalam negeri dan masih lebih banyak memuat produk luar negeri untuk dijual di dalam negeri.
Adapun Bank BTPN Syariah yang saat ini menjadi salah satu bank yang fokus pada penyaluran pembiayaan dan pemberdayaan wanita pra sejahtera mengakui bahwa memang pihaknya belum bisa berbuat banyak untuk membantu pemasaran para nasabahnya.
Mes demikian, bank ini telah memberdayakan sekitar 2,9 juta nasabah aktifnya yang diberi pembiayaan dan pendampingan agar bisa memiliki modal dan keterampilan serta kedisiplinan dalam mengerjakan sebuah usaha sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Hingga Desember 2017, BTPN Syariah telah menyalurkan pembiayaan hingga Rp6,05 triliun dengan angka non-performig financing (NPF) di level 1,67%. Dana tersebut berasal dari himpunan dana sebanyak lebih dari 6.000 nasabah sejahtera sebesar Rp6,5 triiun.
“Total pembiayan yang kami lakukan di seluruh Indonesia ada sekitar Rp6 triliun rupiah untuk di Medan ada sekitar Rp200 miliar,” kata Direktur Kepatuhan BTPN Syariah Arief Ismail dalam kesempatan yang sama.
Adapun untuk tahun ini, pihaknya menargetkan pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, baik untuk pertumbuhan aset, himpunan danan, dan penyaluran pembiayaan. Hingga akhir 2017, berdasarkan laporan keuangannya, Bank BTPN Syariah mencatatkan pertumbuhan di atas 20% baik untuk nilai aset, himpunan dana, juga penyaluran pembiayaan.