Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PILKADA 2018: Hentikan Politik Identitas, Saatnya Adu Program

Bisnis.com, JAKARTA Pemulihan demokrasi Indonesia dari sistem otoriter pada 1998 telah berlangsung selama 20 tahun. Akan tetapi, proses pemulihan ini sedang menghadapi dua tantangan utama yakni tingginya ketimpangan kekayaan dan maraknya praktik intoleransi.
Ilustrasi indeks demokrasi/Istimewa
Ilustrasi indeks demokrasi/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Pemulihan demokrasi Indonesia dari sistem otoriter pada 1998 telah berlangsung selama 20 tahun. Akan tetapi, proses pemulihan ini sedang menghadapi dua tantangan utama yakni tingginya ketimpangan kekayaan dan maraknya praktik intoleransi.

Ketua Dewan Pengawas INFID dan Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Puspa Dewi mengatakan tahun ini merupakan tahun yang krusial bagi proses demokratisasi di Indonesia. Krusial karena Pilkada di berbagai daerah dapat memperkuat atau melemahkan demokrasi.

Pilkada pada 2018 yang akan berlangsung serentak di 17 Provinsi, 39 Kota dan 115 Kabupaten akan memperkuat demokrasi jika menjadi proses politik adu program. Sebaliknya akan melemahkan demokrasi dan Ke-Indonesia-an jika politik identitas berbasis agama digunakan.

"Sebagai contoh, masalah ketimpangan ekonomi perlu menjadi perhatian dan agenda para politisi. Sehingga ada harapan bagi proses demokrasi. Demikian halnya masalah intoleransi dan radikalisme," katanya, Kamis (1/3/2018).

Puspa mengatakan perlu ada agenda yang menghentikan atau mengurangi penggunaan politik identitas untuk menjaga gotong royong dan kedamaian antarwarga di Indonesia.

Pemerataan ekonomi masih menjadi pekerjaan rumah. Walaupun ketimpangan pendapatan menurun dengan menurunnya gini rasio dari 0,41 di tahun 2014 menjadi 0,39 di tahun 2017 berdasar data BPS 2017. Namun ketimpangan kekayaan masih lebar. 1% orang terkaya di Indonesia memiliki kekayaan setara dengan 45% total kekayaan nasional berdasar data Credit Suisse 2017.

Persepsi masyarakat juga menyebutkan ketimpangan meningkat. Sebuah fakta yang harus dipecahkan di negara yang demokratis.

Tren selanjutnya yang penting adalah menguatnya kelompok-kelompok radikal-intoleran yang mengancam kohesi sosial, kedamaian, dan NKRI. Dengan memanfaatkan ruang dan lembaga demokrasi mereka memperkuat diri dengan menggunakan berbagai media termasuk media sosial.

Pilkada di Jakarta 2017 telah menjadi tipping point bagi radikal-intoleran karena keberhasilan mereka yang menggunakan politik identitas, terutama sentimen keagamaan untuk memenangkan kontestasi politik.

“Jika masalah ketimpangan dan intoleransi tidak diatasi, kecil kemungkinan agenda Nawacita bisa tercapai. Padahal pemerintahan Jokowi-JK menjanjikan negara hadir untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan mendorong produktivitas rakyat," katanya.

Puspa menegaskan Pilkada 2018 ini juga menjadi momentum penting bagi para calon kepala daerah untuk memasukkan program-program penurunan ketimpangan dan pencegahan intoleransi sebagai agenda pembangunan daerah. Apalagi persepsi masyarakat masih melihat ketimpangan dan intoleransi sebagai ancaman di Indonesia.

Negara khususnya badan pengawas pemilu dan penegak hukum harus bertindak tegas mengenai penggunaan kampanye-kampanye intoleran yang berpotensi merusak kemajemukan. Masyarakat diharapkan untuk lebih memfokuskan kepada visi-misi dan program kerja dari para calon pemimpin dibandingkan menjadi obyek kampanye intoleran.

Adapun komitmen dan prioritas pemerintah Jokowi-JK untuk mengurangi ketimpangan sebagai sasaran utama dan alat ukur keberhasilan pembangunan patut didukung. Selanjutnya yang menjadi soal adalah cara-cara untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut.

Investasi infrastruktur baik tetapi segera harus dibuka dan dilaksanakan investasi SDM khususnya bagi angkatan kerja kaum muda dan kaum perempuan. Antara lain, pemerintah harus segera melaksanakan sistem jaminan sosial yang baru yang negara lain sudah punya yakni Tunjangan Pengangguran dan beasiswa pelatihan kerja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper