Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apa Iya Jadi Kepala Daerah Harus Keluar Ongkos Rp10 Miliar?

Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menggarisbawahi beberapa hal jelang pemilihan kepala daerah serentak 2018. Hal-hal tersebut dinilainya berdampak negatif terhadap demokrasi di Indonesia.
Ilustrasi/JIBI-Dwi Prasetya.jpg
Ilustrasi/JIBI-Dwi Prasetya.jpg

Kabar24.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menggarisbawahi beberapa hal jelang pemilihan kepala daerah serentak 2018. Hal-hal tersebut dinilainya berdampak negatif terhadap demokrasi di Indonesia.

Hal pertama adalah perwira tinggi TNI dan Polri yang masuk dalam kontestasi politik. Dia melihat fenomena ini sebagai masalah dalam proses kaderisasi di tubuh partai politik.

“Partai politik mengutamakan figur atau sosok sehingga mengambil dari kalangan militer atau Polri. Ini karena memang petinggi TNI atau Polri tersebut senang politik atau mereka memang digoda oleh partai politik. Ini berbahaya karena prajurit terbaik perwira aktif meninggalkan profesionalitas,” katanya, Selasa (2/1/2018).

Dia pun mencermati maraknya politik uang termasuk mahar politik. Hal itu, menurutnya bisa menumbuhkan korupsi oleh kepala daerah karena ongkos demokrasi yang tinggi.

Dia mencontohkan, dari hasil riset pihaknya, untuk menjadi bupati saja ongkos yang dibutuhkan minimal bisa mencapai Rp10 miliar. Tak heran jika banyak kepala daerah tertangkap tangan oleh KPK.

Karena biaya politik tak berbanding lurus dengan penghasilan sebagai kepala daerah. Hal itu mendorong penyelenggara negara tersebut mencari dana ilegal.

Menurutnya, salah satu untuk mencegah hal tersebut adalah mendiskualifikasi calon yang terbukti melakukan politik uang.

“Pilkada bersih harus di sisir sampai hulu. Hulunya harus bersih. Tahun lalu sudah banyak kepala daerah kena operasi tangkap tangan KPK. Kalau ini tidak diselesaikan dengan menekan politik uang dengan sanksi tegas saya tidak berharap banyak orang baik [pemimpin bersih] bisa hadir mengurusi republik ini,” katanya.

Dia pun menyebut politik identitas harus diwaspadai pada pemilu kepala daerah 2018. Dia pun mengamini hal itu bisa dimunculkan seperti dalam pemilu kepala daerah DKI Jakarta 2017 yang dampaknya luar biasa.

“Kita harus belajar pada kasus Ahok [Basuki Tjahaja Purnama]. Ahok 70% tingkat kepuasaan masyarakat. Ini jarang incumben memiliki tngkat kepuasan setinggi itu. Masalahnya Ahok masuk kotak pandora karena menyinggung Al Maidah. Oleh karena itu, calon kepala daerah harus bertarung secara elegan beradu visi,” tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper