Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pilkada Serentak 2018 : Tren Calon Tunggal Meningkat, Ancaman bagi Parpol

Munculnya calon tunggal dalam pemilu kepala daerah 2018 berpotensi meningkat. Hal itu dinilai sebagai ancaman terhadap eksistensi partai politik sebagai instrumen demokrasi
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyampaikan pidato saat Peluncuran Pemilihan Kepala Derah dan Wakil Kepala Daerah Serentak Tahun 2018 di gedung KPU, Jakarta, Rabu (14/6)./Antara-Reno Esnir
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyampaikan pidato saat Peluncuran Pemilihan Kepala Derah dan Wakil Kepala Daerah Serentak Tahun 2018 di gedung KPU, Jakarta, Rabu (14/6)./Antara-Reno Esnir

Kabar24.com, JAKARTA—Munculnya calon tunggal dalam pemilu kepala daerah 2018 berpotensi meningkat. Hal itu dinilai sebagai ancaman terhadap eksistensi partai politik sebagai instrumen demokrasi.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, pada pemilu kepala daerah serentak 2015 ada tiga daerah dengan calon tunggal. Saat itu, di Indonesia ada 269 daerah yang melakukan pemilu kepala daerah.

Pada tahun lalu, calon tunggal jumlahnya naik menjadi 9 daerah dari total 101 daerah yang menyelenggarakan pemilu kepala daerah. Pada 2017, sebanyak 101 daerah yang menyelenggarakan pemilu kepala daerah.

Tahun ini, ada sekitar 171 daerah yang menyelenggarakan kontestasi politik. Titi menyebut, potensi calon kepala daerah tunggal terus bermunculan.

Di Tanah Air, kata dia, calon kepala daerah tunggal adalah sebuah anomali karena tidak sejalan dengan fenomena secara global. Dia mencontohkan, di negara dengan tingkat demokrasi yang sudah dewasa seperti Inggris, calon tunggal biasanya terjadi dalam pemilihan berskala kecil.

Dalam daerah berskala kecil, parpol tidak terpengaruh eksistensinya. Tapi calon tunggal di Indonesia terjadi di daerah yang jumlah pemilihnya besar dan parpol kekuatannya terdistribusi dengan baik. Harusnya eksistensi parpol terganggu,” ujarnya, Selasa (2/1). 

Dia menilai, fenomena calon pemilih tunggal berelasi dengan kekuatan petahana. Sekitar 90% lebih calon tunggal adalah petahana. Sisanya, terhubung dengan kekuatan politik yang sedang menjabat.

“Harusnya calon tunggal secara alamiah terjadi ketika petahana prestasinya tinggi dan skala pemilihnya kecil. Di Indonesia ini menjadi situasi luar biasa,” ujarnya.

Dalam hal ini, kata dia, desain pemilu harus diubah menjadi serentak sepenuhnya. Pemilu kepala daerah harus serentak termasuk dalam pemilihan anggota DPRD pun demikian di tingkat nasional.

Dengan demikian, ambang batas pencalonan menjadi tidak ada dan semua pertain bisa mencalonkan kader terbaiknya. Selain itu, partai politik pun harus menciptakan sistem kaderisasi yang demokratis.

Mekanisme kaderisasi berjenjang harus tercipta sehingga pimpinan partai di daerah hingga pusat melibatkan pengurus dari atas sampai bawah. Hal itu harus digiring dengan regulasi.

Sebabnya, saat ini dalam undang-undang pemilu kepala daerah memungkinkan sentralisasi. Pengurus partai di pusat bisa menentukan calon kepala daerah padahal bertentangan dengan aspirasi pengurus di daerah.

“Negara itu saat ini dikelola desentralisasi tapi parpol masih sentralisasi. Itu berkontribusi pada fenomena calon tungal. Oleh karena itu regulasi mutunya harus ditingkatkan,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper