Kabar24.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi resmi menerima pendaftaran permohonan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto untuk melakukan uji materi UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berkas gugatan teregistrasi dalam dua nomor yakni 95/PUU-XV/2017 untuk menguji Pasal 12 Ayat 1 UU KPK dan nomor 96/PUU-XV/2017 untuk menguji Pasal 46 Ayat 1 dan Ayat 2 UU KPK. Kedua pasal tersebut dianggap merugikan hak konstitusional Setnov—panggilan Setya Novanto— yang tengah disidik dalam kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik.
Fredrich Yunadi, kuasa hukum Setya Novanto dari firma Yunadi and Associates, membenarkan berkas permohonan kliennya dilayangkan sebanyak dua kali. Pasalnya, kedua pasal yang digugat berbeda secara materi sehingga berkas perkara dipisahkan.
“Mengenai berkas permohonan, tidak ada kewajiban dibuka untuk umum. Tunggu saja nanti pas di persidangan,” katanya kepada Bisnis.com, Senin (27/11/2017).
Setnov menggugat Pasal 12 Ayat 1 yang berisi tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan KPK. Salah satu kewenangan lembaga antirasuah itu adalah memerintahkan otoritas imigrasi untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.
Sementara itu, Pasal 46 Ayat 1 dan Ayat 2 mengatur pengesampingan prosedur khusus dalam rangka pemeriksaan tersangka dalam peraturan-perundangan lainnya. Pasal ini terkait dengan tafsir Setnov bahwa UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD mengharuskan persetujuan presiden untuk memeriksa atau meminta keterangan anggota parlemen dalam penyidikan.
Menanggapi gugatan tersebut, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Yusril Ihza Mahendra meragukan permohonan uji materi Setnov terkait Pasal 46 UU KPK bakal diterima oleh MK. Menurutnya, klausul tersebut memang mengecualikan prosedur pemeriksaan umum untuk para anggota parlemen.
“Pasal 46 jelas tidak memerlukan izin atau persetujuan presiden. Kan yang bikin UU KPK saya juga [sewaktu jadi Menteri Hukum dan HAM],” kata dia.
Meski demikian, Yusril memprediksi proses uji materi itu bakal digunakan oleh Setnov sebagai dalih untuk menghindari pemeriksaan KPK. Strategi serupa dipakai oleh KPK tatkala menolak mendatangi pemeriksaan Pansus DPR.