Kabar24.com,JAKARTA - Ketua Bidang Rembuk Siber Rembuk Nasional 2017 Kartika Djoemadi mendorong pengintegrasian basis data milik kepolisian khususnya Cyber Crime dengan beberapa kementerian dan lembaga juga penyedia layanan Internet (internet service provider/ISP) demi menangkal radikalisme serta sejumlah kejahatan lain yang masuk dalam ranah cyber crime.
Menurutnya, meskipun saat ini Subdit Cyber Crime telah memiliki alat-alat paling canggih yang bisa mengekstak big data hingga ke level yang mendetail, sistem kerjanya masih terpusat pada penanganan masalah di bagian hilir yang tidak merambah ke akar masalah.
"Saat ini, Kepolisian khususnya cyber crime hanya kerja di hilir, ini sangat melelahkan. Kami berharap di hulunya juga ditangani. Kalau cyber crime penangannya hanya di hilir, tidak banyak membantu, " katanya selepas mengunjungi ke Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pada Rabu (1/10/2017).
Untuk itu, Kartika juga mendorong agar adanya pengelolaan dian penataan di sisi hulu dalam bentuk pengetatan pintu masuk informasi melalui pengerucutan jumlah atau peng-clusteran ISP.
Dengan demikian, diharapkan pengawasan atas ISP-ISP yang ada di Indonesia bisa lebih menyeluruh demi meminimalisir masuknya informasi-informasi tidak benar atau hoax.
"Sekarang, gateway atau akses masuk informasi di Indonesia sangat terbuka. Nah, kita perlu akses informasi yang lebih sedikit tertutup, tidak terlalu terbuka," tambahnya.
Menurut Kartika, saat ini terdapat lebih dari 300 ISP di Indonesia yang membuat pengawasan informasi keluar dan masuk tidak maksimal. Menurutnya, Jumlah ISP di Indonesia seharusnya tidak lebih dari 10 atau pemerintah bisa mengatur pengklasteran ISP.
"Paling tidak seperti China, [Indonesia memiliki] tujuh atau 10 paling banyak. Kalau ratusan kan aksesnya terbuka sekali. Pemerintah harus bisa merangkul para ISP paling tidak tidak dari segi clustering misalnya klaster khusus pendidikan, khusus bisnis, pemerintahan," tambah Kartika.