Bisnis.com, JAKARTA - Pengarsipan yang buruk di Indonesia telah menjadi masalah yang kian nyata.
Belum adanya pengarsipan terpadu serta rendahnya perhatian pemerintah terhadap arsip kebudayaan akan membuat Indonesia kalah dari Malaysia yang sedang mempersiapkan diri menjadi pusat kebudayan Melayu Nusantara.
Hal tersebut diungkapkan Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia Prof. Agus Aris Munandar dalam diskusi Arsip Seni Sebagai Warisan Budaya di Jakarta, Selasa (31/10/2017).
Menurut Agus, saat ini masih banyak manuskrip-manuskrip kuno yang belum diarsipkan oleh Pemerintah dan masih tersebar secara acak.
Yang menjadi masalah, Malaysia saat ini sedang gencar berusaha menjadi pusat kebudayaan Melayu Nusantara. Salah caranya adalah dengan membeli manuskrip-manuskrip tersebut dengan harga lebih tinggi.
"Jiran kita sedang berupaya menjadi pusat Kebudayaan Melayu Nusantara. Caranya dengan membeli manuskrip-manuskrip tersebut yang masih tersebar di Sumatra misalnya. Dengan Rp500.000 tentu manuskrip itu tidak akan jadi milik pemerintah, tapi dengan Rp5 juta [yang mereka tawarkan] tentu saja manuskrip tersebut bisa berpindah ke Malaysia," katanya.
Jika terus seperti ini, Agus mengakan tidak menutup kemungkinan dalam beberapa tahun ke depan pusat kebudayaan Melayu bukan lagi di Riau atau di Indonesia, melainkan di Malaysia.
Menurutnya pengarsipan harus segera digencarkan dan menjadi tanggung jawab bersama, tidak menjadi tanggung jawab Badan Arsip Nasional saja yang memang menurutnya masih terbatas ruang geraknya.
Siapa pun yang tertarik dengan sejarah dan warisan masa lalu harus mengarsipkan warisan leluhur tersebut.
"Tidak hanya arkeologi atau ilmuwan saja, tapi semua pihak. Kita harus mulai mendokumentasikan, mengarsipkan kebudayaan baik itu candi, manuskrip, atau arca. Sebelum benda-benda ini berpindah ke negeri orang, berpindah ke tetangga, Jiran kita," katanya.
Jika telah terdokumentasikan dengan baik, menurutnya bidang keilmuwan yang selama ini sangat bergantung pada arsip-arsip yang ada di Belanda juga akan berkurang. Perlu diketahui selama ini dalam tujuan seni, kebudyaan, ataupun keilmuan, keterbatasan arsip selalu menjadi kendala.
Hal ini juga diamini kritikus seni Agus Hujatnikajenong yang mengaku harus pergi ke Belanda saat hendak membuat pameran arsip-arsip seni di Museum Macan (Modern and Contemporary Art in Nusantara).
"Kami waktu itu harus pergi ke Belanda untuk mencari arsip-arsip ini," katanya.