Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Densus Tipikor: KPK Hargai Keputusan Presiden

Komisi Pemberantasan menghargai keputusan Presiden untuk menunda pembentukan Detasemen Khusus Pemberantasan Korupsi yang berada di bawah kewenangan Kepolisian.Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa lembaga tersebut menghargai keputusan penundaan pembentuan detasemen yang diambil Presiden.
Juru bicara KPK Febri Diansyah/Antara-Reno Esnir
Juru bicara KPK Febri Diansyah/Antara-Reno Esnir

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan menghargai keputusan Presiden untuk menunda pembentukan Detasemen Khusus Pemberantasan Korupsi yang berada di bawah kewenangan Kepolisian.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa lembaga tersebut menghargai keputusan penundaan pembentuan detasemen yang diambil Presiden. Namun demikian, KPK Kepolisian dan Kejaksaan akan terus melaksanakan kerja-kerja pemberantasan korupsi karena memiliki mekanisme koordinasi dan supervisi.

“Kepolisian tetap punya kewenangan tangani kasus korupsi, Kejaksaan juga demikian dan KPK akan perkuat pelaksanaan tugas kordinasi dan supervisi,” paparnya, Selasa (24/10/2017).

Dia mengatakan, selama ini ketiga lembaga tersebut telah melakukan banyak kegiatan koordinasi yakni pada 114 kasus sejak Januari hingga akhir Agustus 2017. sementara untuk kegiatan supervisi berjumlah 175 kasus yang dimulai dari penerbitan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang disampaikan penyidik Polri dan Kejaksaan sesuai UU 30/2002 tentang KPK.

Sebelumnya, Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) menolak format Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi Polri yang memasukkan kewenangan penuntutan di dalam unit tersebut.

Reda Mantovani, dari PJI mengatakan pihaknya tidak mempersoalkan pembentuan detasemen khusus yang diinisasi oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sepanjang hal itu menyangkut bidang penyidikan.

“Kejaksaan sudah ada satgas yang menangani korupsi sejak 2008 dan 2015 diperkuat lagi zaman HM Prasetyo. Tapi densus itu jangan mengatur ranah penuntutan. Kita sudah ready di penuntutan,” ujarnya.

Dia melanjutkan, kalau memang Kapolri ingin penanganan kasus korupsi dilakukan secara seksama dan menghindarkan bolak-baliknya berkar perkara sebelum penuntutan, para pemangku kepentingan harus perbaiki sistem hukum secara menyeluruh bukan cuma mekanisme penanganan perkara tipikor. Langkah untuk memperbnaiki sistem ini menurutnya sudah berjalan dalam revisi Undang-undang (UU) No. 8/1982 tentang KUHAP yang draftnya saat ini berada di Kementerian Hukum dan HAM.

“Dalam revisi itu, integrasi penyidik dan penuntut sudah diatur di draft tersebut dan dilakukan untuk perkara apa saja, bukan hanya perkara korupsi,” lanjutnya.

Menurutnya, jika niat menggabungkan kewenangan penuntutan pada detasemen tersebut maka akan melanggar banyak hal seperti UU Kejaksaan karena penuntut umum tertinggi ada di tangan Jaksa Agung. Densus, lanjutnya, tidak bisa meniru KPK karena penggabungan penyidikan dan penuntutan pada lembaga itu merupakan manah UU Tipikor.

Selain melangar UU KPK, pihaknya juga melihat kewenangan penggabungan itu berpotensi melanggar hukum acara pidana yang memang memisahkan secara jelas kewenangan penyidikan dan penuntutan. Densus yang hanya berdasar hukum peraturan presiden menurutnya tidak bisa mengatur hukum acara pidana.

“Kalau memang mau atur bikin UU baru sekalian atau revisi KUHAP,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper