Bisnis.com, JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran di DPR belum juga menemukan titik temu. Setidaknya, ada dua poin yang masih menjadi perdebatan utama dalam pembahasan RUU Penyiaran di DPR.
Kapoksi Fraksi Partai Nasdem di Badan Legislatif DPR Luthfi Andi Mutty mengatakan salah satu yang masih menjadi perdebatan, yakni mengenai penerapan sistem penggunaan frekuensi untuk penyiaran atau multipleksing yang disingkat sebagai mux.
“Isu yang berkembang sekarang ini, yang mandek itu soal multi mux dan single mux,” ujar Luthfi dalam diskusi Polemik RUU Penyiaran, Demokrasi dan Masa Depan Media di Jakarta, Sabtu (21/10/2017).
Terkait perdebatan tersebut, kata Luthfi, Partai Nasdem cenderung memilih penerapan model multi mux. Nasdem menilai frekuensi merupakan sumber daya alam yang terbatas, sehingga peran negara menjadi tidak bisa dinafikkan dalam mengelola frekuensi.
“Negara harus hadir untuk mengatur sumber daya alam ini supaya bisa digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,”kata Luthfi.
Namun di sisi lain, kehadiran swasta juga tidak boleh dimatikan. Menurutnya, kehadiran swasta amat penting untuk memberikan informasi yang berimbang kepada publik sehingga tidak terjadi monopoli oleh pemerintah. Hal tersebutlah yang dapat membuat demokrasi di Indonesia semakin sehat.
Luthfi berujar model single mux akan dikhawatirkan mematikan sektor swasta sebab dengan model single mux nantinya semua kanal frekuensi akan dimiliki oleh pemerintah dan negara dapat mencabut kanal yang sudah dimiliki oleh swasta.
Sementara itu, isu lain yang masih menjadi persoalan adalah terkait dengan migrasi dari analog ke digital. "Kita berharap ketika Undang-Undang ini ditetapkan nanti ada periode tidak terlalu lama migrasi dari analog ke digital," kata Luthfi.
Selebihnya, dia mengklaim persoalan lain dalam pembahasan RUU Penyiaran, seperti persoalan KPI, LPP, dan LPS, sudah selesai. Dia menyebutkan saat ini pembahasan sedang masuk dalam tahap harmonisasi di Baleg