Kabar24.com, JAKARTA - Film Pengkhianatan G 30 S PKI sering dianggap sebagai versi rezim Orde Baru terkait gerakan pada 30 September 1965. Selain dianggap melenceng dari fakta sejarah, film itu juga dianggap terlalu mengkultuskan Soeharto sebagai Presiden. Alasan itu pula membuat film itu tak lagi diputar di Televisi setiap September sejak 1998.
Disutradarai Arifin C Noer, Film yang naskahnya ditulis Noegroho NotoSusanto, Menteri Pendidikan era Soeharto ini ditonton dulu oleh Presiden Soeharto sebelum ditayangkan ke publik. Seperti ditulis dalam artikel Bersejarah dan Berdarah di Majalah Tempo edisi 7 April 1984, Presiden Soeharto membawa tim penumpasan PKI untuk menonton film itu, Januari 1984. Ia pun mengomentari film itu. “Banyak yang belum diceritakan,” ujar Soeharto dalam artikel Pengkhianatan Bersejarah dan Berdarah di Majalah Tempo edisi 7 April 1984.
Soeharto terlihat tak puas dengan film itu. Ia berharap, kelak akan dibuat satu film lagi mengenai peristiwa ini. Kapan, ia tak menjelaskan.
Yang jelas dalam film yang digarap Arifin C. Noer ini membatasi periode sejarah hanya pada enam hari genting dalam sejarah Rl, 30 September sampai dengan 5 Oktober 1965. Pengkhianatan G30S/PKI dianggap cukup kaya dengan detail. Apalagi latarnya berpindah-pindah dari Istana Bogor ke rapat-rapat gelap PKI, kemudian ke rumah Pahlawan Revolusi lalu ke Lubang Buaya.
Namun inti cerita diketahui orang banyak dan plotnya sederhana. "Persis diorama di Lubang Buaya," kata sutradara Arifin C. Noer.
Dalam Pengkhianatan G 30 S PKI, terdapat tiga tokoh sentral yang menjadi sorotan: Presiden Soekarno, Mayor Jenderal Soeharto, dan gembong PKI DN Aidit. Soekarno diperankan Umar Kayam, Soeharto dimainkan Amoroso Katamsi, dan DN Aidit dibawakan Syu’bah Asa.