Bisnis.com, JAKARTA—Di tengah upaya mayoritas perusahaan rokok global untuk mengembangkan bisnis rokok tanpa nikotin demi menghindari kontrol ketat di sejumlah negara. Japan Tobacco Inc. justru mempertahankan produksi rokok klasiknya dengan memperluas pasarnya di Asia Tenggara.
Perusaaan pembuat merek Wisnton dan Camel tersebut, terus memperluas pangsa pasarnya di negara berkembang, terutama Asia Tenggara . Hal itu salah satunya dibuktikan dengan aksi akuisisinya terhadap produsen rokok terbesar di Filipina yakni Mighty Corporation senilai US$936 juta.
Strategi tersebut dilakukan demi mengompensasi turunnya konsumen domestik mereka. Perusahaan memproyeksikan konsumen domestik mereka akan turun hingga 27% hingga 2021. Tingginya jumlah perokok di Asia Tenggara dinilai mampu menjadi solusi bagi perusahaan.
"Kami ingin membangun dan mengembangkan bisnis kami di sejumlah pasar seperti Brazil, Bangladesh, Indonesia, dan Filipina, di mana konsumen terus tumbuh secara berkelanjutan untuk memperkuat fondasi bisnis kami," kata juru bicara Kana Miyauchi, seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (23/8/2017).
Perusahaan yang berbasis di Tokyo tersebut menargetkan untuk menghabiskan dana hingga US$1,6 miliar untuk mengakuisisi sejumlah perusahaan rokok di Asia tenggara. Adapun, sebelum membeli Mighty Corp, perusahaan tersebut telah melakukan aksi korporasi terhadap perusahaan asal Indonesia yakni PT Karyadibya Mahardhika yan terafiliasi dengan PT Gudang Garam dari Indonesia senilai US$677 juta.
"Pembelian di Indonesia dan Filipina sesuai dengan strategi," lanjut Miyauchi.
Seperti diketahui, industri rokok global telah melakukan konsolidasi selama beberapa tahun terakhir di tengah penurunan tingkat merokok. Setelah transaksi besar seperti pembelian American Reynlo Amerika Inc. senilai US$ 49miliar oleh British American Tobacco Plc, terdapat sejumlah merger lain yang juga dilakukan oleh perusahaan sektor tersebut.
Asia Tenggara dinilai sebagai pasar yang potensial karena memiliki jumlah perokok yang tinggi dan peraturan pembatasan penjualan yang lebih longgar. Adapun, Indonesia memiliki jumlah perokok tertinggi di Asia, dan Filipina berada di posisi ketiga, menurut f Euromonitor International.
“Perusahaan seperti Japan Tobacco memang perlu memperluas bisnisnya di pasar negara berkembang, di tengah ketatnya persaingan di AS. Perusahaan itu perlu memperlebar bisnisnya di Timur Tengah atau Afrika yang relatif minim persaingan,” kata Owen Bennett, analis Jefferies International Ltd.