Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Korupsi Picu Transformasi Indonesia Dari Zaman Kolonial Belum Selesai

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Raharjdo mengatakan transformasi Indonesia dari masa kolonial ke alam kemerdekaan belum selesai karena korupsi masih merajalela.
Ketua KPK Agus Rahardjo./Reuters-Darren Whiteside
Ketua KPK Agus Rahardjo./Reuters-Darren Whiteside

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Raharjdo mengatakan transformasi Indonesia dari masa kolonial ke alam kemerdekaan belum selesai karena korupsi masih merajalela.

Hal itu diungkapkan olehnya saat menjadi pembicara kunci dalam seminar internasional berteman membangun pemerintahan kelas dunia yang digelar Lembaga Adminsitrasi Negara, Senin (21/18/2017).

“Sebetulnya kalau saya simpulkan sepertinya kita itu transformasi dari kolonial ke merdeka belum selesai meski sudah merdeka selama 72 tahun,” paparnya.

Dia mengatakan berdasarkan berbagai literasi sejarah, korupsi marak terjadi pada masa kolonial. Salah satu contohnya, perusahaan dagang Belanda, VOC bangkrut akibat korupsi yang merajalela. Contoh lainnya, Pangeran Diponegoro dari Kesultanan Ngayogyakarta pernah menampar Patih Danureja karena melakukan perbuatan koruptif dalam memberikan konsensi penyewaan tanah oleh orang asing.

“Kalau melihat itu, warisan korupsi sudah lama sekali. Kita transformasi belum selesai sehingga perlu langkah-langkah tertentu,” lanjutnya.

Dia mengatakan di Eropa khususnya Inggris dan Prancis, upaya pemberantasan korupsi dilakukan dengan cara melakukan reformasi birokrasi yang dilaksanakan pada abda ke 18 sehingga hasilnya, dua negara tersebut berkembang pesat hingga saat ini. Pengalaman Inggris tersebut ditransfer ke Singapura sehingga negara pulau itu memiliki indeks persepsi korupsi yang lebih baik dari Indonesia.

“Kekurangan kita dari Singapura terletak pada UU antikorupsi kita yang masih jauh dari Singapura. Di sana badan pemberantasan korupsinya bisa melakukan penyidikan di sektor privat, menyelidiki sumber kekayaan warga negara dan menanagi perkara perdagangan pengaruh,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper