Kabar24.com, JAKARTA - Bangunan bergaya arsitektur Eropa Art Deco itu didirikan sekitar 1920-an oleh arsitek Belanda JFL Blankenberg dengan luas bangunan 1.138,10 meter persegi di atas tanah seluas 3.914 meter persegi.
SIMAK : Notebook Tertipis di Dunia 1,69 Cm
Pada 1930, bangunan tersebut tercatat dimiliki PT Asuransi Jiwasraya, Ketika pecah Perang Pasifik, gedung tersebut dipakai Konsul Jenderal Britania sampai Jepang menduduki Indonesia.
Gedung tersebut menjadi kediaman Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut Jepang Laksamana Muda Tadashi Maeda saat Jepang menduduki Indonesia. Di tempat itulah, naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia dirumuskan.
"Saat ini, alamat kami di Jalan Imam Bonjol Nomor 1. Pada saat pendudukan Jepang, bernama Meiji Dori Nomor 1," kata Edukator Museum Perumusan Naskah Proklamasi Ari Suryanto.
Maeda tetap tinggal di gedung itu setelah kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 sampai Sekutu mendarat di Indonesia pada September 1945.
Baca Juga
Setelah kekalahan Jepang, gedung tersebut menjadi markas tentara Inggris, hingga akhirnya menjadi milik Indonesia dalam aksi nasionalisasi terhadap milik bangsa asing di Indonesia.
Gedung itu dikontrak Kedutaan Inggris pada 1961 hingga 1981, selanjutnya diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pada 1982, gedung tersebut sempat digunakan Perpustakaan Nasional sebagai perkantoran.
Karena nilai sejarahnya, pada 1984, Menteri Pendidikan Nugroho Notosusanto menginstruksikan Direktorat Permuseuman untuk merealisasikan gedung tersebut menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Instruksi itu terealisasi melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0476/1992 tertanggal 24 November 1992 yang menetapkan bangunan tersebut sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Bangunan tersebut barangkali tidak akan menjadi bagian dari sejarah Indonesia, bila tidak menjadi kediaman Maeda. Ahmad Soebardjo-lah, yang mengusulkan untuk meminjam rumah Maeda ketika bangsa Indonesia merumuskan naskah proklamasi.
"Soebardjo mengusulkan rumah Maeda karena merupakan teritori Angkatan Laut yang tidak bisa diganggu Angkatan Darat dan Polisi Jepang. Maeda mengambil risiko berkonflik dengan Angkatan Darat saat menyediakan rumahnya untuk merumuskan naskah proklamasi," tutur Ari.