Kabar24.com, JAKARTA – Korea Utara mengutuk sanksi terbaru PBB serta menegaskan tidak akan menegosiasikan program nuklirnya hingga Amerika Serikat (AS) menghentikan kebijakan yang dinilai tidak bersahabat.
Kantor berita Korut, Korean Central News Agency (KCNA), melaporkan bahwa rezim Kim Jong Un menyatakan akan membuat AS membayar mahal semua ‘kejahatan keji’ yang dilakukan terhadap negara dan warga di negara tersebut.
Dalam sebuah pernyataan terpisah kepada awak media di Manila, Korea Utara menyebut kebijakan "America First" yang diusung Presiden Donald Trump berbahaya dan oleh karenanya memerlukan program nuklir demi menghindari invasi AS seperti yang terjadi di Afghanistan, Irak, dan Libya.
“Dalam situasi apapun, kami akan menempatkan senjata nuklir dan roket balistik di meja perundingan,” jelas pihak pemerintah Korut, seperti dikutip dari Bloomberg (Selasa, 8/8/2017).
“Kami juga tidak akan bergerak sedikit pun dari rencana untuk memperkuat kekuatan nuklir yang kami pilih sendiri, kecuali jika kebijakan dan ancaman nuklir AS terhadap DPRK (Democratic People’s Republic of Korea) dihilangkan secara mendasar,” lanjutnya.
Tanggapan tersebut menunjukkan tanda-tanda tidak meredanya tensi di Semenanjung Korea pasca sanksi baru yang dijatuhkan Dewan Keamanan PBB. DK PBB pada hari Sabtu (5/8) dengan suara bulat menyetujui langkah-langkah untuk membatasi ekspor batubara, besi, timbal dan makanan laut Korea Utara.
Pemerintahan Trump sebelumnya mengancam akan melakukan tindakan militer jika perlu, untuk menghentikan ambisi Korea Utara meluncurkan rudal balistik antar benua yang dapat mencapai wilayah AS.
China, yang memiliki hak veto di dewan keamanan serta merupakan sekutu dan mitra dagang terbesar Korea Utara, mendukung sanksi tersebut dalam upaya memacu dialog.
China telah mendesak Korea Utara untuk menghentikan uji coba rudal balistik dan nuklir, sementara juga menyerukan AS dan Korea Selatan untuk menghentikan latihan militer.
“Respon Korea Utara itu telah diperkirakan, karena mereka memiliki posisi sendiri. Kuncinya adalah bahwa kita tidak bisa membiarkan situasi terus meningkat dan kita perlu menemukan kesempatan untuk mengubah keadaan di tengah krisis,” kata Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Manila.
Laporan KCNA muncul saat para diplomat di Asia meningkatkan upaya agar Korea Utara dapat melanjutkan dialog selama pertemuan keamanan regional di Filipina.
Dalam sebuah briefing pada Senin malam (7/8), Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono menyatakan bahwa negara-negara Asia harus memberikan tekanan lebih lanjut kepada Korea Utara dan sanksi terbaru PBB tersebut harus diberlakukan secara ketat dan keras.