Kabar24.com, JAKARTA - Berbagai instansi perlu melakukan sinergi menghadapi serbuan narkoba ke Indonesia yang dinilai menjadi pasar empuk bisnis haram ini.
Seiring empuknya pasar, peredaran narkoba di Indonesia pun mengalami pergeseran dari narkotika berjenis alami ke narkotika sintesis.
Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Inspektur Jenderal Arman Depari mengatakan jika dahulu narkoba yang masuk ke Indonesia merupakan narkoba alami yang berasal dari wilayah Segitiga Emas yang meliputi Burma, bagian utara Laos, dan bagian Utara Thailand, saat ini narkoba yang masuk merupakan narkoba sintesis seperti sabu.
“Sumber narkoba sintesis ini bukan lagi dari Segitiga Emas seperti tahun lalu, tapi sekarang bergeser ke Sungai Mekong. Di sanalah sindikat ini bekerja, termasuk ini pun [1 ton sabu yang ditemukandi Anyer] diambil dari Myanmar, Laos dan Thailand,” jelasnya, Kamis (20/7/2017).
Sindikat ini, menurut Arman, memanfaatkan aliran sunga Mekong yang melalui Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja dan Vietnam sebagai jalur transportasi untuk proses produksi dan distribusi narkotika buatan tersebut.
"Mekong itu melintasi banyak negara, mereka beroperasi di sekitar sungai dan menggunakan alur sungai sebagai jalur transportasi," kata Arman.
Baca Juga
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan garis pantai Indonesia yang panjang dan pelabuhan-pelabuhan tikus yang tak terawasi membuat Indonesia rentan terhadap penyelundupan narkoba.
Pantai Timur Sumatra, katanya, menjadi lokasi dengan risiko paling tinggi karena banyaknya pelabuhan tikus yang tersebar.
Untuk itu, diperlukan kerja sama aparat penegak hukum dengan pihak lain seperti Bea Cukai, bahkan juga kerja sama dengan negara tetangga untuk mencegah masuknya barang perusak ini.
“Itulah kenapa mesti kita sinergi mulai dari pengumpulan informasi, analisa, kemudian operasi lapangan, review. Kita sekarang memiliki 18.000 km garis pantai, pelabuhan banyak, kemudian persebaran juga luas, tapi jangan lupa kita juga ada TNI AL, Bakamla, Polair, Bea Cukai. Nah, inilah yang sekarang kita lakukan, sinergi bersama,” paparnya.
Dalam pelaksanaan pengamanan wilayah Indonesia dari aksi penyelundupan, pihaknya membagi wilayah pengawasan menjadi dua skema yakni pengawasan di sektor barat dengan pantai timurnya yang memiliki banyak pelabuhan tikus.
Operasi ini disebut Operasi Patroli Laut Jaringan Sriwijaya
Sementara itu, skema pengawasan di sektor timur yang meliputi wilayah di bawah perairan Filipina disebut dengan Operasi Jaring Wallacea.
Selain itu, pengawasan juga diperkuat dengan 189 unit kapal milik Dirjen Bea Cukai yang disebar untuk melaksanakan patroli. Belum lagi, kapal-kapal milik instansi lain seperti TNI AL, Polair, dan Bakamla.
“Kapal kita cukup karena sekarang kita, jangan lupa, punya kapal Bea Cukai, kapal milik Bakamla, TNI AL, Polair. Jadi, mesti dilihat Indonesia punya berapa kapal. Jadi cukup enggaknya tergantung berapa kuatnya sinergi dan sekarang sinergii luar biasa,” tambahnya.
Adapun dari sisi penegakan hukum, Kapolri Jendral Tito Karnavian menyebutkan pengenaan hukuman mati bagi para pengedar narkoba serta izin untuk melakukan penembakan bagi para tersangka narkoba yang melakukan perlawanan, khususnya yang berkebangsaan asing, bisa memberi efek jera di tengah anggapan empuknya pasar Indonesia dan lemahnya sistem hukum terkait narkotika.
Tak hanya para penegak hukum, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengajak agar rakyat, khususnya para nelayan bisa ikut serta dalam upaya pemberantasan dan pencegahan masuknya narkoba ke Indonesia lewat jalur Laut.