JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyatakan persoalan monopoli terkait dengan kekayaan intelektual memang dikecualikan dalam Undang Undang No. 5/1999, tetapi celah investigasi di dalamnya tetap ada.
Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, pebisnis yang melakukan monopoli atas patennya tidak dipermasalahkan, karena itu merupakan hak intelektualnya.
Hanya saja, Komisi dapat membuka penyelidikan jika dalam melaksanakan patennya ada penerapan harga lisensi yang eksesif, hingga pembatasan pemasaran sebuah paten. Hal itu dapat bermuara dalam pelanggaran persaingan usaha.
“Bukan karena punya hak monopoli dia bisa seenaknya. Menerapkan harga yang eksesif dan diskriminasi misalnya, bisa berpotensi melanggar persaingan usaha,” tuturnya, Kamis (20/7/2017).
Bab pengecualian pengawasan persaingan usaha terhadap kekayaan intelektual disebutkan pada Pasal 50 poin (b) UU No. 5/1999. Dalam poin tersebut disebutkan, perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.
Sejauh ini, Komisi mengakui tidak ada pengawasan khusus terhadap potensi pelanggaran yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual.
Mengamati perkembangan sengketa persaingan usaha sekaligus kekayaan intelektual antara Apple Inc dan vendor chip iPhone, Qualcomm Inc. KPPU belum dapat berkomentar banyak. Saat ini, sengketa produsen ponsel dan chip ini, tidak hanya melibatkan satu lembaga hukum.
Mulai dari komisi persaingan usaha di Korea Selatan, Komisi Perdagangan Amerik Serikat, hingga di Jerman. Syarkawi menambahkan pihaknya akan mendalami terlebih dahulu perkembangan kasus ini, tanpa mengeluarkan sikap apapun.
“Tapi prinsipnya, monopoli karena paten itu dikecualikan dalam UU kita,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) Cita Citrawinda Noerhadi mengatakan melihat pelaksanaan paten yang bersinggungan dengan persaingan usaha, memang harus hati-hati.
Dia mencontohkan ada pemegang paten produk esensial, yang memilih tidak melaksanakan patennya dan tidak memberikan lisensi kepada pelaku usaha lainnya. Menurutnya, hal semacam ini bisa digolongkan pemegang paten memang menciptakan monopoli.
“Melihatnya sebanyak apa yang dibatasi. Ketika lisensi sebuah paten diberikan, tetapi ada perjanjian pembatasan pemasaran, ini bisa berpotensi melanggar [persaingan usaha],” katanya.