Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Diminta Lidik Perpanjangan Kontrak JICT

Panitia Khusus DPR untuk menyelidiki PPT Pelindo II meminta KPK menyidik perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal yang diduga menyebabkan kerugian negara.
Ketua Pansus Pelindo II DPR Rieke Diah Pitaloka (tengah) berjabat tangan dengan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi (kedua kiri) didampingi Ketua BPK Harry Azhar (kiri), Wakil Ketua Pansus Pelindo II Aziz Syamsuddin (kanan), dan anggota Pansus Pelindo II Masinton Pasaribu (kedua kanan) seusai melakukan pertemuan di kantor BPK, Jakarta, Senin (16/11). /Antara
Ketua Pansus Pelindo II DPR Rieke Diah Pitaloka (tengah) berjabat tangan dengan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi (kedua kiri) didampingi Ketua BPK Harry Azhar (kiri), Wakil Ketua Pansus Pelindo II Aziz Syamsuddin (kanan), dan anggota Pansus Pelindo II Masinton Pasaribu (kedua kanan) seusai melakukan pertemuan di kantor BPK, Jakarta, Senin (16/11). /Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Panitia Khusus DPR untuk menyelidiki PPT Pelindo II meminta KPK menyidik perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal yang diduga menyebabkan kerugian negara.

Ketua Pantia Khusus (Pansus) Pelindo II Rieke Dyah Pitaloka bersama dua anggota panitia menyambangi Gedung KPK, Senin (17/7/2017) untuk menyerahkan hasil audit investigasi BPK terkait perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja.

“Hasil audit BPK baru pada tahap pertama tentang perpanjangan kontrak JICT. Dalam audit itu, ditemukan kerugian negara sebesar US$306 juta atau setara dengan Rp4,08 triliun,” paparnya.

Pansus, lanjutnya, melihat ada indikasi terjadi dugaan penyimpangan atas perundang-undangan serta kerugian negara dalam perpanjangan konsesi yang diberikan kepada Hutchison yang berbasis di Hong Kong tersebut. Dengan demikian, Pansus menilai hal tersebut telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi sehingga pihaknya menginginkan KPK untuk menindaklanjuti hasil temuan tersebut.

“Kalau tidak ada perpanjangan kontrak pada 2015 itu, pengelolaan JICT bisa 100% dilakukan oleh Indonesia. Selain itu nilai kontrak perpanjangan itu lebih rendah dibandingkan kontrak pertama pada 1999,” paparnya.

Pihaknya juga meminta agar kasus perpanjangan kontrak tidak dipetieskan serta jangan sampai ada intervensi politi yang bisa mengganggu jalannya penyelidikan maupun penyidikan. Kasus ini paparnya, bisa menjadi pintu masuk tata kelola BUMN sehingga bisa lebih profesional dan mampu memberikan manfaat bagi negara.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper