Kabar24.com, JAKARTA- Dua pengacara kawakan Yusril Ihza Mahendra dan Todung Mulya Lubis adu argumen terkait hak angket KPK.
Yusril mengatakan KPK masuk dalam rumpun eksekutif yang bisa di-hak angket oleh DPR. Namun, Todung menilai argumen Yusril tersebut adalah cara berpikir tradisional dalam tata negara.
Argumen Todung tersebut dibantah kembali oleh Yusril. Dia mengatakan dirinya sangat paham tentang auxiliary agencies yang disebutkan Todung, sebagai lembaga penunjang yang ditempatkan dalam posisi independen.
Namun, keberadaan lembaga seperti itu, menurut Yusril tidak terlepas di manakah ranah atau rumpun dari auxiliary agencies itu berada.
"KPK itu dalam hal melakukan tugasnya di bidang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara korupsi adalah sama dengan Kejaksaan, dan karenanya berada dalam ranah atau rumpun eksekutif," kata Yusril melalui pesan WhatsApp, Kamis (13/7/2017).
Baca Juga
Keduanya, kata dia, dapat ditarik keberadaannya kepada Pasal 24 ayat 1 UUD 45 sebagai badan-badan lain yang tugasnya terkait dengan kekuasaan kehakiman.
Hanya bedanya secara struktural, Kejaksaan berada di bawah Presiden sedangkan KPK tidak berada di bawah lembaga mana pun.
Menurutnya, lembaga-lembaga lain yang bahkan disebut dalam Pasal 23 UUD 45 seperti Bank Indonesia adalah lembaga yang independensinya ditegaskan oleh konstitusi.
Dia mengatakan Dewan Gubernur BI, sebagaimana komisioner KPK dipilih oleh DPR dan disahkan oleh Presiden.
Namun dalam angket terhadap skandal Bank Century, angket DPR langsung atau tidak langsung ditujukan kepada Bank Indonesia.
"Kalau BI sebagai lembaga negara independen yang bukan sekedar auxiliary agency seperti dikatakan Todung, bisa diangket DPR, maka atas dasar apa Todung mengatakan KPK tidak bisa diangket?" ujar Yusril.
Dia menjelaskan dalam konteks DPR melakukan fungsi pengawasan terhadap lembaga-lembaga negara independen, KPK selama ini menjadi mitra kerja Komisi III DPR.
Yusril Ihza Mahendra/AntaraKPK selalu hadir diundang dalam Raker Komisi III untuk dilakukan pengawasan. Keberadaan Raker sebagai pengawasan hanya diatur dalam Peraturan Tatib DPR, tapi KPK patuh.
Pertanyaannya, kata dia, mengapa ketika DPR ingin melakukan angket, yang merupakan instrumen pengawasan yang diatur dalam UUD 45, Todung menolaknya?
"Todung seperti kehilangan kejernihan berpikir karena keinginannya yang menggebu-gebu untuk menolak angket DPR terhadap KPK," kata Yusril.