Bisnis.com, PARIS— Pemerintah Prancis berencana menyiapkan insentif pajak baru sebagai salah satu cara menarik korporasi yang ingin meninggalkan Inggris pascaBrexit, untuk menempatkan bisnisnya di Paris.
Di sisi lain, kebijakan tersebut merupakan salah satu realisasi rencana Presiden Prancis yang baru, Emannuel Macron, yang digaungkannya semasa kampanye. Seperti diketahui, dalam kampanyenya, Macron memasukkan rencana pelonggaran tarif pajak nasional.
Adapun kebijakan itu diungkapkan oleh Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe. Dia mengatakan, beban pendapatan pajak tahun depan akan berkurang 7 miliar euro (US$7,98 miliar) sebagai konsekuensi kebijakan baru perpajakan tersebut.
Sebagai kompensasinya, pemerintah akan memperketat angaran belanjanya. Langkah pengetatan itu akan dimasukkan dalam rencana perubahan anggaran 2017. Philippe mengatakan, kebijakan itu akan menjaga defisit anggaran Prancis tetap di bawah 3% terhadap PDB sesuai kesepakatan Uni Eropa.
“Kami akan melakukannya dengan tanpa menaikkan pajak pada 2017. Sebagai konsekuensinya kami akan melakukan penghematan dan terus mengendalikan pengeluaran pemerintah,” katanya, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (9/7/2017).
Rencana kebijakan kabinet Macron ini diperkirakan akan secara mulus mendapat persetujuan dari Parlemen Prancis. Pasalnya partai pengusung Macron yakni La Republique en Marche (LREM) berhasil menang dalam pemilu legislatif dua putaran pada Juni lalu.
Kondisi ini diperkirakan akan semakin memperkuat ambisi Macron dalam melakukan reformasi ekonomi Prancis. Di sisi lain, harapan pasar akan kemampuan Macron membawa negara ekonomi terbesar kedua di Eropa dari tekanan berpeluang terwujud.
Seperti diketahui, Macron mengusung rencana reformasi pasar tenaga kerja, reformasi sistem pajak, dan sistem pensiun serta deregulasi peraturan bisnis.
Macron yang merupakan mantan bankir investasi, menginginkan apa yang para pendukung anggap sebagai 'big bang economy’. Program tersebut meliputi reformasi ekonomi dan sosial, termasuk pelonggaran undang-undang ketenagakerjaan yang ketat dan reformasi sistem pensiun yang berat.